"Vaksinasi tidak menjamin 100 persen tidak akan tertular, tetapi merupakan upaya tambahan untuk mengurangi risiko terinfeksi," kata Hindra dalam jumpa pers daring yang disiarkan langsung di akun Youtube Kementerian Kesehatan yang diikuti dari Jakarta, Senin.
Hindra mengatakan vaksin COVID-19 harus diberikan dua dosis dengan interval 14 hari hingga 28 hari. Vaksinasi yang pertama tidak langsung membentuk antibodi atau kekebalan sehingga masih bisa terinfeksi bila terpapar virus corona.
Bahkan, setelah dua kali pemberian vaksin pun kekebalan tidak langsung terbentuk. Kekebalan dari vaksinasi baru terbentuk paling cepat dua minggu setelah vaksinasi kedua.
Baca juga: Komnas: KIPI vaksinasi COVID-19 ditanggung pemerintah
Baca juga: Komnas KIPI jelaskan mitos-fakta terhadap vaksin
"Setelah terbentuk antibodi pun bukan berarti tidak bisa terpapar. Tetap bisa terpapar tetapi sakitnya ringan, itu pun harus ada gangguan keseimbangan antara tubuh, virus, dan lingkungan," tuturnya.
Karena itu, Hindra mengatakan protokol kesehatan yang sudah dilakukan selama ini jangan ditinggalkan. Bila kita tetap sehat, tidak tertular COVID-19, itu tanda bahwa pola hidup sehat dan protokol kesehatan telah dilakukan dengan benar.
"Imunisasi adalah tambahan upaya agar kita tidak saling menularkan. Tidak menularkan ke keluarga, tidak menularkan ke anak, tidak menularkan ke cucu," ujarnya.
Terkait dengan kejadian ikutan setelah imunisasi, Hindra mengatakan adalah sebuah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan diduga berhubungan dengan imunisasi yang dilakukan.
Untuk menentukan apakah kejadian yang terjadi tersebut KIPI atau bukan, diperlukan kajian lebih lanjut apakah kejadian tersebut berkaitan dengan vaksin yang diberikan atau tidak.
"Perlu dilakukan kajian secara independen. Karena itu Kementerian Kesehatan membentuk Komnas KIPI. Kami dari berbagai profesi yang mengkaji apakah ada keterkaitan antara KIPI dengan vaksin yang diberikan," katanya.*
Baca juga: Komnas tegaskan keamanan vaksin COVID-19 diuji sejak awal penelitian
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021