Pemerintah Provinsi Papua Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan evaluasi tata kelola izin perkebunan kepala sawit pada delapan kabupaten di provinsi tersebut.bersama pemerintah daerah Papua Barat melakukan evaluasi apakah izin berbelit-belit ataukah HGU sekadar modus guna mendapatkan kayu secara liar.
Evaluasi izin perkebunan kepala sawit guna memprioritaskan perlindungan terhadap sumber daya alam dan pemberdayaan masyarakat pemilik ulayat.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat berada di Manokwari, Kamis mengatakan bahwa evaluasi terhadap proses perizinan kelapa sawit di Papua Barat guna melihat apakah izin hak guna usaha atau HGU sesuai prosedur.
Menurutnya, ada perusahaan yang sudah mendapat izin hak guna usaha tetapi tidak melakukan kegiatan di lapangan. Ada pula yang sudah melakukan kegiatan di lahan konsesi HGU, namun belum semua lahan dimanfaatkan.
Baca juga: KPK dorong pelaksanaan rekomendasi evaluasi izin sawit di Papua Barat
Karena itu, pihaknya bersama pemerintah daerah Papua Barat melakukan evaluasi apakah izin berbelit-belit ataukah HGU sekadar modus guna mendapatkan kayu secara liar.
Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah hanya boleh mengambil pajak dari keuntungan perusahaan yang diberi izin HGU secara cepat dan efisien.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa rakyat memang membutuhkan makan dan memperoleh kesejahteraan dari sumber daya alam yang ada di Papua Barat.
Namun, akan lebih baik, jika ada investasi seperti izin HGU bagi 24 perusahaan dengan luas wilayah konsesi mencapai 576.000 hektar lebih dievaluasi agar pemanfaatan tepat.
Ada luas wilayah konsesi sekitar 383.000 hektar lebih bervegetasi hutan yang masih bisa diselamatkan dalam pengertian menyelamatkan sumber daya alam.
Baca juga: KPK dorong perbaikan tata kelola perkebunan sawit di Papua Barat
Gubernur menambahkan, dari 24 perusahaan yang memperoleh HGU, baru 11 yang beroperasi . Ada perusahaan yang sudah memanfaatkan semua lahan konsesi, namun ada yang baru memanfaatkan sebagian. Izin usaha diberikan dalam dua skema yaitu perkebunan inti dan plasma.
"Karena banyak perusahaan yang belum melakukan kegiatan atau baru memanfaatkan separuh lahan konsesi, maka diperlukan evaluasi. Lahan-lahan yang belum dimanfaatkan, akan diberikan kepada rakyat pemilik ulayat untuk menanam berbagai komoditas, terutama pangan seperti sagu, umbi-umbian, pisang dan sebagainya guna meningkatkan ketahanan pangan," ujarnya.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Yacob Fonataba mengatakan, dari lahan konsesi yang ada seluas 71.422 hektar lebih sudah ditanami sawit. Setelah dilakukan evaluasi, sebanyak 2.224 hektar lebih direkomendasikan untuk dicabut dan 52.000 hektar lebih dikembalikan perusahaan kepada masyarakat adat.
Lahan yang dikembalikan tersebut nantinya digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dengan membentuk lumbung pangan guna memperkuat ketahanan pangan masyarakat.
Evaluasi ini, tambah dia, merupakan salah satu program Rencana Aksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) KPKP, sebagai upaya perlindungan SDA dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Fakfak, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama.
Baca juga: Luhut ajak Papua kurangi investasi kelapa sawit
Baca juga: Papua Barat dukung moratorium sawit dan tambang
Pewarta: Ernes Broning Kakisina
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021