Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai Kabupaten Aceh Timur yang telah melakukan panen parsial perdana untuk tambak udang model klaster merupakan daerah yang sangat cocok untuk pengembangan tambak udang.Semoga berhasil hingga panen total serta dapat membantu dalam menggenjot nilai ekspor udang sebesar 250 persen pada 2024
"Kami siap memberikan support untuk daerah Aceh khususnya, dan daerah potensial lain pada umumnya guna meningkatkan produksi budi daya udang secara berkelanjutan," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam siaran pers di Jakarta, Senin.
Ia mengungkapkan, salah satu tambak udang model klaster pada 2020 sebagai program prioritas Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, yang berada di Kabupaten Aceh Timur dan telah ditebar benih pada Desember 2020 lalu, telah melakukan panen perdana pada 24 Februari 2021.
Disebutkan, dengan rata-rata kepadatan benih sekitar 120 ekor per meter persegi telah dilakukan panen parsial pertama pada 9 kolam dan masa pemeliharaan 60 hari dengan total hasil panen 2,2 ton senilai kurang lebih Rp100 juta.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP mengatakan panen parsial tersebut membuktikan bahwa upaya KKP untuk membuat model tambak udang berkelanjutan yang dapat direplikasi oleh masyarakat pembudi daya, ternyata berhasil.
"Semoga berhasil hingga panen total serta dapat membantu dalam menggenjot nilai ekspor udang sebesar 250 persen pada 2024. Capaian atau keberhasilan ini merupakan usaha keras kami untuk terus meningkatkan produksi subsektor perikanan budi daya nasional," kata Slamet.
Slamet juga mengingatkan bahwa aktivitas budi daya tambak udang jangan sampai mencemari lingkungan dan udang itu sendiri, sehingga selain nilai ekonomi yang dihasilkan tinggi dan lingkungan sekitar tetap lestari.
Mengenai panen parsial, Slamet menyatakan hal itu bertujuan untuk mengurangi biomassa udang di tambak sehingga memberikan ruang gerak udang semakin luas dan dapat mengurangi produksi limbah, sehingga mengurangi stres pada udang dan juga mempercepat pertumbuhan udang.
Dengan demikian, menurut dia, maka ke depannya akan dapat meningkatkan produktivitas hasil tambak dan meningkatkan keuntungan.
"Konsep klaster ini memungkinkan pengelolaan yang lebih terkontrol yakni melalui perbaikan tata letak dan penerapan biosecurity secara ketat dengan manajemen pengelolaan yang lebih terintegrasi dalam seluruh tahapan proses produksi. Selain itu, mempermudah dalam manajemen, meningkatkan efisiensi serta dapat meminimalisasikan dampak terhadap lingkungan dan serangan penyakit," ungkap Slamet.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menargetkan Indonesia menjadi produsen udang vaname terbesar di dunia dengan jumlah produksi 16 juta ton per tahun, di mana saat ini besaran produksi nasional di bawah 1 juta ton per tahun.
"Kalau kita berhasil membangun 200 ribu hektare tambak udang dengan dua siklus panen 80 ton per hektare/tahun, maka dalam satu tahun analisa ekonominya bisa menghasilkan hampir Rp1.200 triliun," kata Menteri Trenggono.
Ia mengemukakan bahwa langkah untuk mewujudkan hal tersebut adalah melalui pembukaan tambak udang seluas 200 ribu hektare hingga 2024. Saat ini, produksi Indonesia di bawah 1 juta ton per tahun, berada di bawah China, Ekuador, Vietnam, dan India.
Baca juga: Sultra ekspor udang vaname 259,39 ton ke Jepang
Baca juga: Menteri Kelautan targetkan RI jadi produsen udang vaname terbesar
Baca juga: Menkop Teten harapkan tambak udang Dipasena berjaya kembali
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021