• Beranda
  • Berita
  • Isu sawit jadi fokus pemungutan suara tentang perdagangan Swiss-RI

Isu sawit jadi fokus pemungutan suara tentang perdagangan Swiss-RI

1 Maret 2021 18:43 WIB
Isu sawit jadi fokus pemungutan suara tentang perdagangan Swiss-RI
Ilustrasi - Dua unit truk mengangkut buah kelapa sawit di kawasan perkebunan sawit. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/kye/am.
Para pemilih Swiss akan memutuskan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Indonesia pada Minggu (7/3), dengan tarif impor minyak sawit yang lebih rendah menjadi masalah utama dalam apa yang diprediksi oleh jajak pendapat akan menjadi referendum yang ketat.

Negara itu menandatangani pakta dengan Indonesia pada 2018 bersama dengan anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) lainnya yaitu Islandia, Norwegia, dan Liechtenstein.

Berdasarkan FTA, kedua belah pihak secara bertahap akan mengurangi atau menghapus bea masuk atas produk industri. Untuk minyak sawit, Swiss akan menurunkan tarif sekitar 20 persen sampai 40 persen hingga 12.500 ton per tahun, tetapi hanya jika standar keberlanjutan terpenuhi.

Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia, yang digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan bahan bakar nabati. Minyak sawit telah mendapat sorotan dari para aktivis dan konsumen hijau, yang menganggap produk itu bertanggung jawab atas hilangnya hutan, kebakaran, dan eksploitasi pekerja.

Parlemen Swiss meratifikasi kesepakatan itu pada 2019, tetapi gerakan "Hentikan Minyak Sawit", yang didukung oleh Partai Hijau serta LSM lingkungan dan anti globalisasi, menyerukan referendum di bawah sistem demokrasi langsung Swiss.

Dalam jajak pendapat terbaru oleh peneliti pasar GFS Bern untuk penyiar SRG, sebanyak 52 persen pemilih mengatakan mereka bermaksud untuk mendukung kesepakatan tersebut.

"Saya menentang perjanjian perdagangan bebas karena menghapus bea cukai yang ada untuk mencegah persaingan tidak sehat dari negara-negara berbiaya rendah," kata Willy Cretegny, produsen anggur organik di Swiss barat yang memprakarsai referendum.

"Mereka mengarah pada masyarakat yang membuang-buang sumber daya. Standar untuk melindungi lingkungan atau kesehatan dan keselamatan masyarakat juga hilang di sepanjang jalan," ujar dia.

Komite referendum mengatakan kesepakatan itu akan meningkatkan permintaan minyak sawit murah, menghancurkan hutan tropis, dan mempengaruhi produksi minyak rapa dan minyak bunga matahari Swiss.

Pemerintah merekomendasikan FTA, dengan mengatakan itu akan memberi ekonomi berorientasi ekspor Swiss akses yang lebih baik ke pasar pertumbuhan Indonesia sambil mempromosikan produksi minyak sawit yang lebih berkelanjutan karena hanya minyak bersertifikat yang dapat menikmati pengurangan tarif.

Swiss memiliki lebih dari 30 perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara di luar Uni Eropa dan EFTA. Uni Eropa juga sedang merundingkan kesepakatan perdagangan dengan Indonesia.


Sumber: Reuters
Baca juga: Dubes EU: tak ada target waktu untuk CEPA, isu sawit masuk bahasan
Baca juga: Menlu RI desak EU perlakukan minyak kelapa sawit secara adil
Baca juga: Gapki: Pengusaha sawit sulit dapat pinjaman akibat kampanye negatif UE

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021