Asosiasi peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) menjawab mitos yang beredar di masyarakat bahwa ayam pedaging disuntik hormon untuk menambah bobot hewan ternak, namun buruk untuk kesehatan, adalah tidak benar.Para peneliti terus melakukan penelitian hingga akhirnya bisa menghasilkan bibit ayam pedaging yang memiliki bobot berat untuk dikonsumsi
"Faktornya banyak, sehingga bisa dihasilkan ayam-ayam yang sekarang ini besar-besar. Jadi, sama sekali tidak menggunakan hormon," kata Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Pinsar Rakhmat Nuriyanto dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Pinsar: konsumsi ayam-telur Indonesia rendah dibanding negara tetangga
Rakhmat menjabarkan ayam ras untuk diternakkan sebagai pedaging maupun petelur telah dikembangkan sejak 1900 melalui berbagai penelitian.
Pada 1930, lahirlah ayam ras petelur dan beberapa tahun kemudian berhasil ditemukan ras broiler untuk diternakkan sebagai ayam pedaging.
Di Indonesia, kata Rakhmat, ras ayam petelur dan pedaging mulai masuk ke Indonesia dan dikembangbiakkan pada 1960-an.
Menurut dia, selama ini para peneliti terus melakukan penelitian hingga akhirnya bisa menghasilkan bibit ayam pedaging yang memiliki bobot berat untuk dikonsumsi.
"Pertama dari bibitnya. Induk ayam itu sudah disilangkan, diseleksi, disilangkan, diseleksi berkali-kali sampai mendapatkan ras yang bisa cepat tumbuh besar. Dulu mungkin untuk mencapai berat 1 kg perlu 90 hari atau 60 hari, tapi dengan teknologi tadi disilangkan dan diambil yang berkualitas, yang bagus, akhirnya mendapatkan bibit yang bagus sehingga cepat besar," kata dia.
Faktor lainnya adalah jenis pakan berkualitas yang bisa mempercepat pertumbuhan dan obat-obatan yang digunakan untuk menghasilkan ayam pedaging berkualitas baik.
Rakhmat mengibaratkan teknologi obat-obatan yang diberikan pada ternak seperti halnya tanaman yang diberikan pupuk.
Selain itu, kata Rakhmat, faktor teknologi pemeliharaan ayam pedaging yang presisi dan modern juga memengaruhi bobot ayam broiler sehingga bisa tumbuh besar.
Rakhmat juga menyampaikan bahwa tidak ada telur palsu seperti yang pernah beredar di sosial media dan dikatakan berasal dari China.
Dia menjelaskan info tersebut adalah hoaks dan menyebut produksi telur dengan pabrik seperti yang ada pada video adalah pembuatan telur mainan.
Bila di masyarakat terdapat telur dengan tekstur kulit yang agak tebal serta kenyal, katanya, telur itu bukanlah telur palsu.
Rakhmat mengungkapkan bahwa telur itu adalah telur yang rencananya akan ditetaskan namun batal dan lolos di pasaran. Kendati demikian, telur tersebut tetap layak konsumsi dan hanya terjadi satu kali kejadian.
Baca juga: Kementan: Harga telur ayam akan turun hingga pertengahan Februari
Baca juga: Stabilisasi harga, Kementan terus kendalikan produksi bibit ayam DOC
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021