"Kami memahami secara baik bahwa proses penyusunan ini pun melalui perdebatan yang panjang, melalui diskusi komprehensif dengan tetap memperhatikan pelaku usaha dan pikiran-pikiran tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda," katanya dalam konferensi pers daring, Selasa.
Kendati demikian, Bahlil mengungkapkan sejak awal proses penyusunan PP dan Perpres turunan UU Cipta Kerja, pemerintah begitu membuka diri atas masukan-masukan. Pemerintah juga membuka posko dan situs khusus agar publik bisa memberi masukan langsung.
Baca juga: MUI apresiasi Presiden batalkan lampiran aturan izin investasi miras
"Jadi setiap draft PP ataupun Perpres sudah kita buka di umum duluan untuk mendengar masukan, dan kita di bawah pimpinan Kemenko juga sudah membuat namanya tim aspirasi. Jadi komunikasi awal sudah dilakukan, namun kami memahami mungkin komunikasinya belum terlalu detail sehingga bisa seperti ini," katanya.
Bahlil menyadari, meskipun komunikasi telah terjalin sejak awal, selalu ada kemungkinan terjadi kealpaan.
"Jadi kalau ditanya apakah sudah dikomunikasikan di awal? Sudah, namun namanya saja manusia, pasti ada yang dilupa-lupa. Tapi semua sudah kita perbaiki untuk kebaikan rakyat, bangsa dan umat beragama di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari Aceh sampai ke Papua," imbuhnya.
Mantan Ketua Umum Hipmi itu menjelaskan, lampiran terkait perizinan industri minuman beralkohol yang menjadi polemik sebelum dicabut tercantum dalam poin 31, 32 dan 33 dengan total enam halaman.
Baca juga: Timbulkan mudharat, Ketum PBNU tolak Perpres investasi minuman keras
Ia juga menuturkan, sejak sebelum Indonesia merdeka, tepatnya sejak 1931, telah ada izin pembangunan industri minuman beralkohol. Izin tersebut pun terus berlanjut hingga Indonesia merdeka, masuk periode reformasi hingga sampai saat ini.
"Saya ingin sampaikan bahwa sudah ada izin yang keluar kurang lebih 109 izin untuk minuman beralkohol, berada pada 13 provinsi. Ini tidak lain, dan tidak bukan, maksud saya mau menyampaikan kepada bapak ibu seluruh Indonesia bahwa perizinan sudah terjadi sejak pemerintahan yang pertama dan terakhir. Namun tidak untuk kita menyalahkan satu sama lain," katanya.
Presiden Jokowi resmi mencabut butir-butir lampiran pada Peraturan Presiden Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur soal investasi di bidang industri miras. Keputusan itu dibuat setelah Presiden menerima masukan-masukan dari ulama, ormas keagamaan serta tokoh-tokoh agama lain serta juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah.
Menurut Bahlil, keputusan yang diambil Presiden jadi bukti sikap demokratis Kepala Negara terhadap masukan-masukan yang konstruktif untuk kebaikan bangsa.
Namun, Bahlil juga meminta pengertian kalangan pengusaha atas keputusan tersebut. Ia meminta dukungan pengusaha untuk bisa melihat kepentingan negara yang lebih besar.
"Saya juga memahami kepada teman-teman dunia usaha yang menginginkan agar ini (aturan perizinan) dilanjutkan, kita harus melihat mana kepentingan negara yang lebih besar. Apalagi kita semua umat beragama," pesannya.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021