Bagi Indonesia, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar adalah prioritas nomor satu. Karena itu, Indonesia mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri dan tidak menggunakan kekuatan dan kekerasan
Indonesia menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar, yang terjadi di tengah unjuk rasa massal menentang kudeta militer terhadap pemerintah sipil sejak 1 Februari 2021.
Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam pertemuan khusus para menteri luar negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) guna membahas krisis politik Myanmar, Selasa.
“Bagi Indonesia, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Myanmar adalah prioritas nomor satu. Karena itu, Indonesia mendesak pasukan keamanan Myanmar untuk menahan diri dan tidak menggunakan kekuatan dan kekerasan,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, usai mengikuti pertemuan yang berlangsung virtual tersebut.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri menteri yang ditunjuk militer Myanmar, Wunna Maung Lwin, Retno menyampaikan keprihatinan Indonesia atas meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah memakan korban, terutama warga sipil yang kehilangan nyawa dan luka-luka.
Ia juga menyoroti masih terjadinya penangkapan terhadap warga sipil, di tengah perkembangan situasi yang dapat mengancam keberlangsungan transisi demokrasi Myanmar.
“Jika tidak segera diselesaikan dengan baik, maka (situasi ini) akan mengancam perdamaian dan keamanan di kawasan,” kata Retno, menegaskan.
Unjuk rasa damai menentang kudeta yang dilakukan berbagai elemen masyarakat di Myanmar berubah menjadi kerusuhan selama beberapa hari terakhir, karena penggunaan kekerasan oleh aparat keamanan setempat.
Berdasarkan laporan Reuters, sedikitnya 21 pengunjuk rasa telah tewas sejak kerusuhan dimulai sebulan lalu, sedangkan pihak tentara mengatakan satu polisi tewas.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi, atas tuduhan kecurangan dalam pemilu November tahun lalu. Suu Kyi dan sejumlah pimpinan partai pemenang pemilu, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), ditahan sampai saat ini.
Militer telah menjanjikan untuk mengadakan pemilu baru, tetapi tidak menetapkan kerangka waktu yang jelas.
Sementara itu, para pengunjuk rasa menuntut pengembalian kekuasaan kepada pemerintah sipil dan menolak adanya pemilu ulang.
Baca juga: Menlu ASEAN adakan pertemuan khusus bahas krisis Myanmar
Baca juga: Malaysia: ASEAN harus mainkan peran besar atas situasi Myanmar
Baca juga: PM Singapura serukan pembebasan Suu Kyi
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021