• Beranda
  • Berita
  • Aliansi Mahasiswa Sambas desak aparat bebaskan Jumardi

Aliansi Mahasiswa Sambas desak aparat bebaskan Jumardi

2 Maret 2021 22:49 WIB
Aliansi Mahasiswa Sambas desak aparat bebaskan Jumardi
Aliansi Mahasiswa Sambas beserta keluarga dan elemen masyarakat Kabupaten Sambas mendatangi Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat di Pontianak, Selasa, guna menuntut dan mendesak pembebasan teradap Jumardi kasus penjualan burung Bayan atau betet (psittaciformes) yang merupakan satwa dilindungi. ANTARA/tim magang, Evi Julianti.
Aliansi Mahasiswa Sambas beserta keluarga dan elemen masyarakat Kabupaten Sambas menggelar aksi menuntut dan mendesak pembebasan terhadap Jumardi yang tersangkut kasus penjualan satwa dilindungi burung Bayan atau Betet (Psittaciformes).

"Kami dari Aliansi Mahasiswa Kabupaten Sambas bersama keluarga dan elemen masyarakat Kabupaten Sambas menginginkan Jumardi dibebaskan secara penuh, jangan sampai ada Jumardi-Jumardi berikutnya," kata Koordinator Lapangan Aliansi Mahasiswa Sambas, Angga di Pontianak, Selasa.

Dalam aksi tersebut, Aliansi Mahasiswa Sambas mendatangi Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat di Pontianak.

Sebelumnya, Jumardi yang biasa dipanggil Jumar, warga Dusun Tempakung, RT 01, RW 01, Desa Tempatan, Kecamatan Sebawi, Kabupaten Sambas ditangkap oleh jajaran Polda Kalbar karena diduga menjual burung Bayan yang dilindungi.

Burung Bayan atau Betet (Psittaciformes) telah dilindungi oleh UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan dimasukkannya sebagai daftar lampiran pada Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Baca juga: Pelaku penembakan satwa liar dilindungi di NTT dikenai sanksi adat
Baca juga: Polda Jatim ungkap penjualan puluhan satwa dilindungi
Baca juga: Tim gabungan gagalkan pengiriman 110 ekor burung dilindungi ke Jawa


Dalam aksinya, para mahasiswa menganggap kurangnya sosialisasi dari BKSDA Kalbar mengenai satwa yang dilindungi menjadi salah satu penyebab masalah itu terjadi.

“Fakta yang ada di Kabupaten Sambas sosialisasi hanya dilakukan di toko-toko burung saja, tidak kepada masyarakat. Padahal sudah jelas di perubahan peraturan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 tahun 2018 mengenai jenis-jenis satwa yang dilindungi, tapi tidak semua masyarakat tahu termasuk Jumardi, malah sekarang statusnya sudah menjadi tersangka,” katanya.

Sarwan yang merupakan abang dari Jumardi juga ikut dalam aksi itu. Beliau memberitahukan bahwa adiknya menjual burung itu karena ketidaktahuan tentang satwa yang dilindungi dan faktor ekonomi.

“Adik saya menangkap burung bukan untuk memperkaya diri, namun untuk memberi makan keluarganya karena kesulitan selama pandemi ini, yang menjadi faktor utamanya adalah perekonomian dan didasari ketidaktahuannya,” kata Sarwan.

Satwa tersebut dijual dengan harga berkisar 50-80 ribu saja, tanpa dibunuh dan dimakan, dan tanpa merugikan negara.

Sementara itu, Kepala BKSDA Kalbar Sadtata Nooradiramanta mengatakan, penangkapan terhadap Jumardi tidak dilakukan oleh pihaknya.

“Proses penangkapan dan proses hukum ini tidak dilakukan oleh BKSDA Kalbar, kami mengetahui kasus ini setelah menerima titipan satwanya oleh Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) pada 11 Februari 2021, lalu satwanya langsung kami lepas,” katanya.

Mengenai sosialisasi Ia mengatakan BKSDA Kalbar sudah lakukan tapi masih ada beberapa daerah yang belum terjangkau.

“Terkait sosialisasi sudah kami lakukan dengan mengirim tim sosialisasi ke masyarakat, baik melalui media sejak aturan itu keluar, bahkan setiap personel BKSDA Kalbar khusus yang di lapangan memiliki tugas untuk penyadartahuan kepada masyarakat, tapi seperti kita ketahui bahwa Kalbar ini luas pasti ada daerah yang belum terjangkau mengenai sosialisasi ini,” katanya.

Ia juga mengatakan bahwa BKSDA menangani satwanya bukan masalah hukumnya dan kebetulan burung yang dijual oleh Jumardi statusnya dilindungi jadi dia harus berhadapan dengan hukum.

Pewarta: Andilala dan Evi Julianti
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021