• Beranda
  • Berita
  • Biskuit ulat karya mahasiswa Universitas Brawijaya bisa obati stunting

Biskuit ulat karya mahasiswa Universitas Brawijaya bisa obati stunting

3 Maret 2021 18:52 WIB
Biskuit ulat karya mahasiswa Universitas Brawijaya bisa obati stunting
Biskuit dari ulat hongkong yang diberi nama Biskot karya sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Brawijaya (UB). (ANTARA/HO/UNIVERSITAS BRAWIJAYA/End)
Inovasi pengembangan dan pembuatan biskuit berbahan ulat hongkong oleh sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (UB) yang diberi nama Biskot ini bisa digunakan untuk pengobatan terhadap anak-anak yang mengalami kekerdilan (stunting).

Anggota tim yang mengembangkan biskuit dari ulat hongkong Fakultas Peternakan (Fapet) UB, Sularso di Malang, Rabu, menjelaskan berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2014 mencatat 24,5 persen balita di dunia mengalami kekerdilan.

"Indonesia merupakan negara dengan prevalensi kekerdilan terbesar kelima, yakni 36 persen (dari 7.547 jumlah anak stunting) pada tahun 2019," katanya.

Ia menuturkan berlatar belakang kondisi tersebut, pihaknya bersama tim berupaya mencari inovasi untuk mengembangkan produk-produk inovatif dari peternakan yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan bidang kesehatan, termasuk kekerdilan.

Baca juga: Riset UB: Pandemi perlambat pengiriman uang pekerja migran ke Malang

Baca juga: Mahasiswa Universitas Brawijaya raih gelar Puteri Kebudayaan 2020


Kandungan protein pada larva ulat hongkong, katanya, cukup tinggi, yaitu 47,44 persen dengan kadar lemak 21,84 persen, serta asam amino berupa taurin sebesar 17,53 persen yang sangat dibutuhkan pada masa tumbuh kembang anak.

Taurin merupakan asam amino terbanyak kedua dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam proses pematangan sel otak.

“Ulat hongkong atau mealworm biasanya dibudidayakan hanya untuk dijadikan pakan unggas, karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Namun, sebenarnya ulat ini termasuk dalam ordo coleoptera yang merupakan ordo keempat, artinya paling banyak dikonsumsi manusia," kata Sularso

Dalam proses pengolahannya ulat hongkong dicuci bersih dan dikeringkan, kemudian dikeringkan (oven). Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender dan disaring airnya, kemudian dicampur ke dalam adonan dari terigu, gula, dan telur.

Penelitian yang dilakukan oleh Retno Nur Fadillah, Sularso, Yasri Rahmawati, Hendarto, dan Zuhdan Alaik di bawah bimbingan Dr. Dedes Amertaningtyas, S.Pt.,MP, ini berhasil memboyong medali perak dalam ajang internasional bertajuk Asean Innovative Science Environmental and Enterprenuer Fair (AISEEF) 2021.

AISEEF merupakan kompetisi internasional tahunan antar universitas se- Asia dalam bidang science, lingkungan dan entrepreneurship.

Ada empat kategori yang dilombakan, yaitu enterprenuer (business plan, management, marketing), social science, environmental science (interaksi komponen fisik, kimia, dan biologi lingkungan serta hubungan dan efek komponen tersebut dengan organisme pada lingkungan), serta innovation science (inovasi dalam bidang Fisika Terapan, Kimia dan Biologi dapat berupa produk aplikasi, alat peraga dan temuan kreatif).

AISEEF diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) pada 18 sampai 22 Februari 2021.

Kegiatan tersebut terlaksana atas kerja sama dengan Food Technology Departmen-Institut Pertanian Bogor (IPB), Nutrition Department-Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L), Yayasan Prestasi Pendidik Indonesia, Himpunan Pegiat Adiwiyata Indonesia Malang Raya, dan AISEEF Organizing Committee.*

Baca juga: Tim EMT UB-RSSA promosi kesehatan di pengungsian Mamuju

Baca juga: FK UB-RSSA berangkatkan 23 nakes ke Mamuju

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021