"Ada perbedaan karena pada lansia menurut penelitian, dengan 0-28 hari ternyata antibodi lebih baik, optimal, lebih tinggi dari 0-14 hari," ujar Ketua Tim Vaksinasi COVID-19 PB IDI, Prof. Dr. dr. Iris Rengganis dalam diskusi vritual bertema "Kupas Tuntas Nutrisi dan Vaksin COVID-19 untuk Lansia", Minggu.
Menurut Konsultan Alergi Imunologi di RSCM/FKUI itu, lansia memerlukan waktu lebih lama untuk membentuk antibodi dan rentang waktu untuk pemberian vaksin kedua 0-14 hari setelah vaksinasi COVID-19 pertama dinilai belum cukup.
Belum lagi ada degenerasi sistem imunitas pada lansia yang menyebabkan pembentukan antibodi lebih lama ketimbang kelompok usia lebih muda.
"Suntikan pertama baru membentuk antibodi tetapi belum yang protektif. Antibodi terbentuk sudah mengenak virus yang masuk dalam tubuh melalui vaksin kemudian perlahan meningkat.
Baca juga: Begini cara vaksinasi COVID-19 secara drive-thru
Baca juga: Amankah vaksinasi COVID-19 untuk ibu hamil dan menyusui?
Pada vaksinasi kedua, barulah antibodi naik ke level protektif atau antibodi netralisasi yang bisa melindungi tubuh dari virus," kata Iris.
Vaksin yang diberikan antara dua kategori usia ini sama yakni Sinovac dengan dosis 0,5 ml IM yang dimasukkan ke dalam otot melalui suntikan.
Lansia termasuk kelompok usia yang rentan terkena COVID-19 bergejala berat dan meninggal dunia akibat penyakit yang sudah menjadi pandemi sejak setahun terakhir itu. Data menunjukkan, sebagai 48,3 persen kematian akibat COVID-19 terjadi pada pasien lansia.
Pemerintah sudah memulai program vaksinasi COVID-19 bagi kategori lansia pada 8 Februari 2021 di fasilitas kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit milik pemerintah dan swasta. Vaknasinasi bagi lansia ini menjadi tindak lanjut dari dikeluarkannya izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap vaksin.
Iris menekankan, vaksin yang disediakan pemerintah telah melewati serangkaian uji klinis yang ketat dan aman untuk kelompok usia 60 tahun ke atas. Menurut dia, tidak ada efek samping serius maupun kematian yang dilaporkan sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
Lebih lanjut, lansia dengan penyakit komorbid terkendali bisa mendapatkan vaksin. Sejauh ini rekomendasi penyakit komorbid yang dibolehkan antara lain penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), penyakit hati, diabetes, alergi makanan, asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi, HIV dengan catatan khusus dokter, obesitas, nodul tiroid, penyakit gangguan psikosomatis dan tuberkulosis.
Program vaksinasi sendiri bukan segalanya untuk menghentikan pandemi COVID-19, melainkan salah satu upaya mencapai kekebalan kelompok dengan target penduduk yang divaksinasi sebanyak 70 persen.
Di sisi lain, cara ini diambil sebagai solusi untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pasien akibat COVID-19, meminimalkan dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi, memperkuat sistem imunitas menyeluruh, mencegah penularan penyakit dan mengendalikan penularan penyakit seperti halnya pada kasus polio.
Iris mengingatkan, mereka yang belum divaksinasi atau yang telah mendapatkannya tetap menjalankan protokol kesehatan 5M yakni mengenakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
Baca juga: Metode "drive thru" bentor untuk vaksinasi COVID-19 lansia
Baca juga: LaNyalla minta pelayanan vaksin untuk lansia tidak mengantre
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 pada lansia, upaya melindungi kelompok berisiko
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021