• Beranda
  • Berita
  • Pelaku industri nilai hak paten plastik gelembung perlu ditinjau ulang

Pelaku industri nilai hak paten plastik gelembung perlu ditinjau ulang

9 Maret 2021 18:39 WIB
Pelaku industri nilai hak paten plastik gelembung perlu ditinjau ulang
Wakil Walikota Cilegon Ratu Ati Marliati (kedua kanan) bersama Vice President Corporate Affairs PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) Suhat Miyarso (kanan) dan General Manager of Polymers Technical Service and Product Development CAP Edi Rivai (kedua kiri) secara simbolis menuangkan bahan campuran aspal saat Peresmian Jalan Aspal Dengan Campuran Sampah Kantung Plastik di Cilegon, Banten, Senin (25/11/2019). Dalam pengerjaan jalan aspal sepanjang 19 kilometer yang tersebar di 19 titik itu, CAP mendukung Pemerintah Kota Cilegon dengan menyediakan 16,5 ton sampah kantung plastik tipe High Density Polyethylene (HDPE) atau sebesar 5-6 persen untuk campuran aspal sebagai salah satu solusi dalam mengelola sampah plastik. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.

Pada dasarnya, kami dari asosiasi melihat bahwa pemberian hak paten ini perlu ditinjau kembali oleh pemerintah, karena tidak mengandung invensi, teknologi atau proses produksi baru dalam industri plastik.

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas) menilai bahwa pemberian hak paten plastik gelembung atau bubble wrap perlu ditinjau ulang, karena akan berpengaruh terhadap industri plastik kelas menengah dan kecil.

“Pada dasarnya, kami dari asosiasi melihat bahwa pemberian hak paten ini perlu ditinjau kembali oleh pemerintah, karena tidak mengandung invensi, teknologi atau proses produksi baru dalam industri plastik. Paten ini berpotensi mematikan industri plastik kelas menengah dan kecil yang sudah lebih dulu berproduksi serta akan menyebabkan iklim usaha yang tidak kondusif," kata Ketua Umum Inaplas Suhat Miyarso lewat keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Greenpeace: Industri diharapkan ikut bertanggung jawab kurangi plastik

Suhat memaparkan Inaplas menerima keluhan dari para pelaku usaha produsen bubble wrap (pembungkus bergelembung berbahan plastik) yang menyampaikan ada praktik produksi dan perdagangan yang tidak sesuai nilai-nilai etika bisnis dan tidak berkeadilan.

Hal ini dikarenakan ada aduan bahwa salah satu produsen bubble wrap yang telah menerima hak paten untuk memproduksi bubble wrap berwarna, melakukan tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai hambatan serius terhadap pelaku usaha lainnya.

“Kami menerima pengaduan bahwa ada satu perusahaan yang telah menerima paten untuk memproduksi bubble wrap berwarna telah melakukan pemaksaan sepihak,” ungkap Suhat.

Ia menyatakan penggunaan plastik gelembung ini menjadi kebutuhan utama pada transaksi belanja online.

Baca juga: Perlunya memangkas sampah plastik belanja online

Pembungkus ini berguna untuk melindungi barang yang rentan pecah agar tidak mudah retak dan menutup kemasan sehingga tidak tembus pandang. Plastik gelembung juga sepenuhya dapat didaur ulang jika sampahnya terpisah dan bersih.

Industri pembuat plastik gelembung di Tanah Air telah berkembang sejak 20 tahun yang lalu. Saat itu dimulai oleh beberapa pelaku usaha menengah, yang kemudian berkembang menjadi 16 pelaku usaha baik di Jawa maupun luar Jawa.

Awalnya, plastik gelembung diproduksi dengan warna bening, namun sejak tahun 2003, pelaku usaha mulai memenuhi permintaan pasar dengan menambahkan warna.

“Kami berharap prinsip keadilan dalam berusaha menjadi landasan utama bagi para pelaku usaha. Industri ini termasuk yang berkembang pesat dan mampu menyerap banyak tenaga kerja, jangan sampai harus mati karena ada pemberian paten pada satu pihak yang akan memonopoli,” tambah Suhat Miyarso.

Inaplas juga menerima laporan bahwa pelaku usaha yang keberatan atas hak paten ini telah mengajukan banding melalui Pengadilan Niaga sesuai perundang-undangan yang berlaku dengan argumen yang menitikberatkan bahwa sebenarnya tidak ada unsur kebaruan dalam produksi plastik gelembung berwarna, karena sejatinya telah dilakukan oleh para pelaku usaha semenjak 20 tahun yang lalu saat industri ini mulai berproduksi di Indonesia dimana saat itu perusahaan penerima paten belum berdiri.

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021