Perum Perikanan Indonesia atau Perindo mengatakan kenaikan harga ikan saat ini merupakan siklus musim yang rutin terjadi setiap tahun dan harga diprediksi kembali stabil pada Mei-Juni atau kuartal II 2021.Tidak perlu panic buying. Nanti bulan Mei-Juni diprediksi akan kembali normal. Memang siklus musim ikan seperti itu
Direktur Operasional Perum Perindo Raenhat Tiranto Hutabarat mengatakan fenomena kenaikan harga ikan karena menurunnya suplai dari nelayan memang terjadi setiap tahunnya. Akan tetapi, hal ini tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.
“Tidak perlu panic buying. Nanti bulan Mei-Juni diprediksi akan kembali normal. Memang siklus musim ikan seperti itu,” ujar Raenhat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Harga ikan memiliki tren menanjak sejak awal Februari hingga mencapai puncak pada 10 Maret 2021. Tren peningkatan ini disebabkan oleh cuaca meliputi intensitas curah hujan yang tinggi. Alhasil tangkapan ikan oleh nelayan mengalami penurunan. Bahkan ikan-ikan yang sebelumnya banyak dijumpai di pasar kini menjadi langka.
Raenhat menjelaskan saat ini harga ikan terkatrol 14 persen hingga 25 persen. Bahkan ada kelangkaan ikan tertentu seperti ikan kembung, ikan cakalang, ikan kuwe dan ikan baby tuna. Hal ini lantaran susahnya nelayan mendapatkan jenis ikan tersebut.
Menilik ke harga komoditas hasil laut, peningkatan tajam terdapat pada jenis udang, cumi dan kepiting sebesar 25 persen. Harga udang yang biasanya Rp120.000/kg menjadi Rp160.000/kg, cumi dari Rp60.000/kg menjadi Rp80.000/kg.
Selanjutnya harga ikan tongkol naik 14 persen dari Rp21.000/kg menjadi Rp24.000/kg, harga ikan bandeng naik 16 persen dari Rp25.000/kg menjadi Rp30.000/kg. Harga ikan tenggiri lompat 18 persen dari Rp53.000/kg menjadi Rp65.000/kg. Sementara itu, harga ikan bawal yang semula Rp50.000/kg menjadi Rp55.000/kg. Adapun ikan kembung yang biasanya Rp25.000/kg menjadi Rp35.000 hingga Rp40.000/kg.
Kendati demikian, permintaan terhadap ikan kembung naik signifikan. Hal ini terlihat dari adanya permintaan ekspor ke Thailand periode Maret 2021 ini. Negeri Gajah Putih itu memesan 156 ton kembung senilai 347.800 dolar AS kepada BUMN ini.
“Kami akan mengumpulkan nelayan dari Indonesia timur untuk memenuhi permintaan ekspor tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Raenhat menambahkan lonjakan harga ikan ini diakibatkan oleh dampak permintaan tinggi dari masyarakat sementara suplai produksi ikan menurun.
Solusinya, Perum Perindo akan bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan maupun kementerian teknis lainnya seperti Kementerian Koperasi dan UKM RI, Kementerian Perdagangan sebagai strategi buffer stock ikan melalui prasarana penyimpanan penyangga hasil produksi ikan yang ada. Hal ini diharapkan sebagai patokan stabilitas harga ikan kedepannya.
“Upaya stabilitas harga ikan ini, Perindo telah bersinergi dengan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) di bawah naungan Kementerian Perdagangan,untuk Sistem Resi Gudang (SRG) yaitu sebagai offtaker hasil serapan nelayan yang kami tampung melalui penyimpanan ikan atau skema buffer stock,” kata Raenhat.
Proses sistem resi gudang tersebut disinergikan juga melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP), Kementerian Kelautan & Perikanan. Skema penyerapan ikan lainnya Perindo juga kerap bersinergi dengan Kemenko Maritim dan Investasi untuk strategi serapan ikan nelayan melalui sistem aplikasi lelang online agar produksi serapan ikan nelayan terus bertambah dan kebutuhan pangan ikan untuk masyarakat dapat terpenuhi.
Baca juga: Perum Perindo targetkan penjualan ikan naik dua kali lipat pada 2021
Baca juga: Perum Perindo terus penuhi permintaan bahan baku ikan ke Jepang
Baca juga: Pandemi COVID-19, Perum Perindo sasar pasar ritel
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021