Kementerian Riset dan Teknologi (Kemristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya untuk mencari mitra industri untuk memproduksi alat skrining COVID-19 berbasis embusan napas, GeNose C19.Jangan sampai kita keduluan negara lain yang kemudian meng-'copy' model-model seperti GeNose
"Untuk produksi ini cara terbaik adalah mempartnerkan Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan perusahaan swasta atau BUMN, sebenarnya sudah ada beberapa yang kami pertemukan," kata Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang P.S. Brodjonegoro dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Rabu malam.
Ia menuturkan ada bahan yang harus diimpor untuk pembuatan GeNose C19 seperti sensor, sedangkan untuk impor tersebut, dibutuhkan dana yang besar, sehingga perlu mitra untuk mendukung pendanaan produksinya.
Baca juga: Ganjar yakin GeNose-C19 direspon positif oleh masyarakat
Kemristek hanya mengalokasikan anggaran untuk riset GeNose C19, sehingga perlu mitra lain untuk produksi alat itu.
Menristek Bambang menuturkan ada permintaan yang luar biasa terhadap GeNose C19, namun suplainya masih terbatas, dan daftar tunggu pembeli masih panjang.
"Jangan sampai kita keduluan negara lain yang kemudian meng-'copy' model-model seperti GeNose, jadi solusinya adalah kita mencoba mencarikan mitra industri," tuturnya.
GeNose C19 atau Gadjah Mada Electronic Nose bekerja dengan memindai embusan napas seseorang menggunakan kecerdasan artifisial.
Alat inovasi Universitas Gadjah Mada itu memiliki akurasi 95-97 persen dan memberikan hasil pemeriksaan yang cepat yakni kurang dari tiga menit.
Baca juga: UGM distribusikan 2.021 unit GeNose C19
Baca juga: Akan dikembangkan sistem pusat pengumpulan data GeNose
Baca juga: Kemristek dukung peningkatan produksi GeNose untuk kebutuhan Indonesia
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021