Setelah melalui sejumlah proses penting termasuk sidang terakhir, Kain Tenun Kamohu asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, resmi ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI.Diwariskan demi anak cucu kita agar tidak hilang
Penetapan tersebut ditandai dengan penyerahan Sertifikat WBTB oleh Sekjen Kebudayaan Kemendikbud RI kepada Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sultra, Drs Asrun Lio MHum PhD, dalam acara Pertemuan Pemangku Kepentingan Penetapan WBTB Indonesia, di Jakarta, Senin.
Kadikbud Provinsi Sultra Asrun Lio MHum PhD,mealui rilis yang diterima, Senin menjelaskan, sejak Tahun 2019 lalu, Pemprov Sultra telah mengusulkan delapan WBTB ke Kemendikbud RI, namun setelah melalui pengkajian dan penelitian, cuma satu yang dinilai layak untuk dipertimbangkan.
“Ada delapan yang kita usulkan karena mengingat semuanya merupakan warisan budaya harta benda dan warisan budaya di Sultra," ucapnya.
Asrun Lio melanjutkan, salah satu penilaian penting sehingga Kain Tenun Kamohu asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah ditetapkan menjadi WBTB yakni karena sebagian besar masyarakat dan para ibu-ibu merupakan perajin tenun tradisional.
"Kemendikbud RI menilai bahwa Kamohu ini tidak hanya berfungsi sebagai sarung tenun saja akan tetapi bisa difungsikan sebagai pakaian adat Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah. Kamohu memiliki beragam-ragam warna yang terbuat dari kapas dan dibuat secara tradisional.
Namun seiring perkembangan zaman dan banyaknya kesibukan masyarakat sehingga sudah banyak yang bahan pembuat tenun menggunakan buatan pabrik, salah satunya pada bahan benangnya. Meskipun demikian, Kain Tenun Kamohu masih terus ada dan diproduksi masyarakat sekitar, olehnya ditetapkan menjadi WBTB," jelasnya.
Asrun menjelaskan, adapun nilai dan makna kain tenun Kamohu pada Masyarakat Desa Watarumbe, dapat terlihat seperti pada acara kegiatan adat, pesta akiqah, pernikahan, pingitan, hingga acara ritual adat lainnya.
Akan tetapi, warna Sarung Tenun Kamohu yang digunakan pada umumnya berbeda-beda karena tergantung pada status sosial ataupun jabatan, dalam struktural adat itu sendiri dan hal ini berbeda dengan sarung tenun pada umumnya.
Selain itu, masih dia, salah satu syarat ditetapkan sebagai warisan tak benda sudah ada sejak 50 tahun. Adapun kain tenun ini sudah ada lebih dari abad 19 lalu. Sehingga kemungkinan pusat menganggap lengkap narasinya untuk dipertimbangkan.
“Bahkan Belanda saja dalam tulisannya menyebutkan yang bisa diperdagangkan selain rempah-rempah itu adalah tenun. Berarti sudah ada sejak dulu,” tuturnya.
Lulusan S3 The Australian National University Canberra ini mengungkapkan, dengan ditetapkannya Kain Tenun Kamohu asal Desa Watarumbe, Kabupaten Buton Tengah sebagai WBTB Indonesia maka Sultra telah memiliki 13 warisan budaya yang telah ditetapkan.
Baca juga: Sultra usulkan delapan warisan budaya tak benda ke Kemendikbud
Baca juga: 12 karya budaya Bali masuk daftar warisan budaya tak benda
"Sejak Tahun 2013 hingga Tahun 2020, Provinsi Sultra memiliki 13 warisan budaya yang telah ditetapkan, yakni Tari Raigo, Kalosara, Kabanti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, Tari Linda, Kantola, Istana Malige Buton, Kaago-ago, dan Kamohu," paparnya.
Dosen bahasa Inggris Univrsitas Haluoleo (UHO) Kendari ini bertekad, Dikbud Sultra akan terus berupaya melestarian warisan budaya tak benda nusantara, dengan terus mengusulkan warisan budaya tak benda Sultra ke Kemendikbud RI.
"Tentu kita berharap, melalui momentum ini agar setiap warisan budaya yang ada di setiap penjuru Provinsi Sultra agar tetap dijaga, dilestarikan, dan diwariskan demi anak cucu kita agar tidak hilang, terlebih tidak menjadi kebudayaan bangsa lain," harapnya.
Baca juga: Putra Putri Tenun Songket diajak promosikan warisan budaya Nusantara
Baca juga: Peningkatan industri tenun lestarikan warisan budaya bangsa
Pewarta: Abdul Azis Senong
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021