Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendorong lebih banyak produsen vaksin COVID-19 untuk mengikuti petunjuk dan lisensi teknologi AstraZeneca, guna mengatasi ketidakadilan vaksin yang berkelanjutan dan "tidak masuk akal".Kesenjangan antara jumlah vaksin yang diberikan di negara-negara kaya dan jumlah yang diberikan melalui COVAX terus meningkat dan menjadi semakin tidak masuk akal setiap hari
Vaksin AstraZeneca, yang menurut data Amerika Serikat (AS) pada Senin (22/3) menunjukkan aman dan efektif meskipun beberapa negara menangguhkan suntikan itu karena masalah kesehatan, sedang diproduksi di berbagai lokasi termasuk SKBioScience, Korea Selatan dan Serum Institute, India.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyerukan agar lebih banyak produsen mengadopsi model ini untuk meningkatkan pasokan, termasuk untuk program berbagi vaksin COVAX yang berupaya mempercepat lebih banyak pengadaan vaksin ke negara-negara berkembang.
Baca juga: Vietnam akan terima 30 juta dosis vaksin COVID-19 dari COVAX
Baca juga: WHO beri izin pakai darurat vaksin AstraZeneca/Oxford
“Kesenjangan antara jumlah vaksin yang diberikan di negara-negara kaya dan jumlah yang diberikan melalui COVAX terus meningkat dan menjadi semakin tidak masuk akal setiap hari,” kata Tedros pada konferensi pers.
"Distribusi vaksin yang tidak adil bukan hanya kemarahan moral. Ini juga merugikan diri sendiri secara ekonomi dan epidemiologis," ujar Tedros melanjutkan.
Namun, kepala kelompok industri yang mewakili Big Pharma menolak kritik Tedros karena menunjukkan "kurangnya pemahaman untuk kompleksitas pembuatan vaksin dan rantai pasokan global".
Direktur Jenderal Federasi Internasional Produsen dan Asosiasi Farmasi (IFPMA) Thomas Cueni mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa peningkatan produksi vaksin berada di jalur yang tepat berkat kemitraan di antara para pembuat vaksin di negara berkembang dan maju yang berkolaborasi "dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya".
"Transfer teknologi dan kolaborasi sedang berlangsung dalam skala besar," kata Cueni, mengutip kesepakatan antara AstraZeneca dan Novavax dengan Serum Institute di India, dan antara Johnson & Johnson dengan Aspen Pharma di Afrika Selatan dan Biologic E di India.
Sebelumnya, AstraZeneca merilis data sementara yang menunjukkan vaksinnya, yang dikembangkan bersama Universitas Oxford, 79 persen efektif dalam mencegah gejala COVID-19 dan tidak menimbulkan peningkatan risiko pembekuan darah.
Kepala ilmuwan WHO Soumya Swaminathan menyebutnya sebagai "vaksin yang sangat baik untuk semua kelompok umur".
Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Denmark telah memperpanjang penangguhan suntikan AstraZeneca karena investigasi berlanjut ke peristiwa pembekuan darah yang langka.
Meski begitu, pejabat WHO mengatakan negara-negara Afrika yang mendapatkan vaksin melalui COVAX sedang bergerak maju.
"Mereka memang mengajukan banyak pertanyaan tetapi permintaan vaksin sangat tinggi," kata penasihat senior WHO Bruce Aylward.
Sumber: Reuters
Baca juga: WHO desak dunia untuk tak hentikan vaksinasi setelah kasus AstraZeneca
Baca juga: Organisasi kesehatan: Kasus COVID-19 di kawasan Amerika turun
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021