Acara yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu mengajak para pasien dan tenaga kesehatan di RSDC Wisma Atlet memperingati perjuangan melawan COVID-19 dengan cara istimewa, bermain angklung.
"Angklung yang sore ini dimainkan, teman-teman pegang di sini adalah tanda kebersamaan, mudah dimainkan dan di bawah bimbingan yang tepat akan meningkatkan kekompakan dan kesatuan kita," kata Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, dalam sambutan peringatan satu tahun perjuangan melawan COVID-19 di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Selasa.
Ia menegaskan, angklung yang disediakan dalam peringatan itu dibeli dari para perajin agar mereka kembali bangkit di tengah pandemi.
"Acara ini bukanlah foya-foya, bukanlah menghambur-hamburkan uang, banyak kawan kita di luar sana juga menunggu agar ekonomi bisa bangkit kembali. Ini hanya salah satu kontribusi kecil dari kita, angklung yang teman-teman pegang itu dibuat oleh para perajin yang sekarang juga ingin bangkit," katanya.
Dalam sambutannya, Hilmar mengapresiasi tenaga kesehatan yang sudah berada di garis depan dalam perjuangan melawan COVID-19.
"Saya ingin mengapresiasi, menaruh hormat sedalam-dalamnya, penghargaan yang setinggi-tingginya bagi semua tenaga kesehatan yang sudah berada di garis depan di dalam perjuangan kita melawan COVID-19," katanya.
Ia merasakan betapa beratnya tenaga kesehatan melawan pandemi COVID-19. Berbeda dari rumah sakit pada umumnya, seluruh tenaga kesehatan di RSDC Wisma Atlet wajib menggunakan alat perlindungan diri (APD) yang cukup menyulitkan.
"Saya pertama kali pakai APD belum ada satu jam rasanya berat badan saya sudah turun karena keringat. Jadi teman-teman bisa bayangkan delapan jam dalam sehari, teman-teman yang berada di garis depan perjuangan ini menggunakan APD, meninggalkan keluarga di rumah untuk melayani kita," tuturnya.
"Dan tidak ada kata lain yang bisa disampaikan, kecuali terima kasih, penghormatan setinggi-tingginya kepada seluruh tenaga kesehatan," kata Hilmar, menambahkan.
Dalam kesempatan itu, ia juga membagi kisahnya saat terpapar COVID-19 pada Oktober 2020. Ia mengaku mengalami demam tinggi hingga 40,8 derajat Celcius.
Baca juga: RS Wisma Atlet bisa operasikan dua tower tambahan antisipasi pasien
"Saya juga pernah COVID-19 di bulan Oktober 2020, selama 18 hari saya terbaring panas tinggi 40,8 derajat Celcius, tidak ada gejala sesak nafas, tapi badan rasanya ngilu. Saya berbagi apa yang saudara-saudara, teman-teman rasakan kesepian, kesendirian, ketakutan. Tapi Alhamdulillah, dengan pendampingan daripada tenaga kesehatan saya bisa lolos dan kemudian sembuh," ucapnya.
Baca juga: Pemerintah siapkan Wisma Atlet Kemayoran jadi RS darurat COVID-19
Ia pun berdoa agar semua orang yang terpapar COVID-19 juga akan sembuh dan pulang ke tengah keluarga masing-masing.
Baca juga: Keputusan pemerintah ubah Wisma Atlet jadi RS COVID-19 diapresiasi
"Dan saya mendoakan dan sangat berharap teman-teman yang sekarang dirawat juga akan sembuh dan pulang ke rumah masing-masing," ujarnya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021