"Kita tahu angka migrasi anak muda di NTT cukup tinggi, khususnya mereka bekerja menjadi tenaga kerja di luar negeri. Sementara ada lahan-lahan ditinggalkan karena dianggap tidak produktif dan kurang menjanjikan dari segi pendapatan," kata Puji dalam diskusi bertema tantangan bertani kaum muda, dipantau virtual dari Jakarta pada Kamis.
Selain melakukan diversifikasi pangan, keterlibatan kaum millenial dalam pertanian secara khusus dan industri pangan secara umum juga diharapkan untuk proses secara keseluruhan mulai dari produksi sampai distribusi.
Selain untuk melakukan revitalisasi pangan lokal, pertanian tersebut juga dapat menjawab tantangan dalam permasalahan gizi di mana masih banyak anak mengalami stunting (kekerdilan) di daerah tersebut.
Baca juga: Milenial pun terjun sebagai petani
Baca juga: Langkah Jabar ajak generasi "zaman now" menjadi "petani juara"
"Ini sebetulnya bisa menjadi peluang juga untuk mengatasi kondisi kerawanan pangan," ujarnya.
Pentingnya peran kaum muda dalam pertanian itu juga ditegaskan oleh Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Jawa Barat Benny Bachtiar dalam diskusi tersebut. Dia mengutip data Kementerian Pertanian di mana hanya sekitar 8 persen atau sekitar 2,7 juta orang petani berusia 20-39 tahun, dari total petani 33,4 orang.
Sementara itu di Jawa Barat secara khusus sekitar 75 persen petani di daerah itu telah berusia di atas 45 tahun.
Karena itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan program Petani Milenial Juara untuk meningkatkan jumlah kaum muda yang terlibat dalam pertanian. Rencananya Pemprov Jabar akan meminjamkan lahan garapan, bantuan permodalan dan pendampingan penanaman.
"Diharapkan dengan munculnya petani milenial bisa memanfaatkan lebih baik lagi potensi-potensi yang ada di Jawa Barat," kata Benny.*
Baca juga: Jabar siapkan lahan pertanian untuk 5.000 petani milenial
Baca juga: Petani milenial garap Bulak Srikayangan jadi sentra bawang merah DIY
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021