• Beranda
  • Berita
  • Menyelamatkan penyandang disabilitas dari jebakan internet

Menyelamatkan penyandang disabilitas dari jebakan internet

26 Maret 2021 21:00 WIB
Menyelamatkan penyandang disabilitas dari jebakan internet
Tangkapan layar - Diskusi Indonesia Digital Ramah Disabilitas yang digelar Kementerian Kominfo di Batam, Kepulauan Riau, Jumat (26/3/2021). ANTARA.

Sebaiknya tidak menggunakan 'captcha' dalam log in situs di internet

"Kuy, kita kopdar!," kata seorang pemuda kepada remaja putri tunarungu ketika mengajak bertemu melalui aplikasi percakapan.

Suatu ajakan bertemu yang menyenangkan bagi orang yang sedang jatuh cinta. Sayang, dengan keterbatasannya, pemudi tunarungu tidak sadar potensi jebakan dalam percakapan itu.

Di era digital seperti sekarang, media sosial menawarkan perkenalan dengan singkat antara pemuda dan pemudi secara maya.

Mereka diperkenankan menonjolkan dirinya dalam laman profil. Sayang, keterangan yang dipasang di media sosial kerap hanya pencitraan yang semu dan memabukkan, demi memikat lawan jenis.

Dan ini sering tidak dipahami penyandang disabilitas yang relatif polos. Berbagai pencitraan dan percakapan membuat mereka mudah dirayu dan dibohongi.

Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia mencatat warga dengan tunarungu dan tunagrahita rentan menjadi korban pelecehan melalui pemanfaatan digital negatif, utamanya media sosial.

"Banyak yang korban pelecehan seksual," kata Ketua HWDI Jambi Ratumas Dewi dalam diskusi Indonesia Digital Ramah Disabilitas yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Bakti.

Menurut Ratumas, warga tunarungu dan tunagrahita memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa yang digunakan di media sosial, sehingga kerap salah memahami sesuatu.

Umumnya, kata dia, penyandang tunarungu hanya memahami bahasa yang baku dalam berkomunikasi di media sosial. Hanya sedikit saja mereka yang memahami bahasa serapan dan bahasa gaul.

Baca juga: Menkominfo: Ekosistem digital Indonesia harus inklusif

Akibatnya, mereka terjebak dalam percakapan yang tidak dipahami dan tidak sadar perbincangan mereka mengarah pada pelecehan seksual.

Kebanyakan penyandang disabilitas juga memiliki keterbatasan pengalaman sosialisasi dan komunikasi dengan orang luar. Hal itu yang membuat mereka lebih rentan tertipu dalam media sosial.

Hak yang sama

Sejatinya, disabilitas memiliki hak yang sama dengan manusia lain, termasuk dalam memanfaatkan internet.

Hak-hak disabilitas tertuang dalam Convention on the Rights of Person with Disabilities yang disahkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011.

UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga menyebutkan hak-hak warga yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik.

Kemudahan hidup yang ditawarkan internet semestinya juga dirasakan kaum difabel, seperti pemanfaatan dalam bidang kesehatan, jasa keuangan, pendidikan, perdagangan, dan transportasi.

Sayangnya, teknologi digital memiliki keterbatasan untuk difabel.

Baca juga: Jateng gandeng aktivis difabel pastikan korban perundungan tertangani

Ratumas menyebut terdapat sejumlah hambatan khusus bagi penyandang cacat dalam teknologi digital.

Tunarungu misalnya, saat ini masih banyak video yang tidak dilengkapi deskripsi dan bahasa yang digunakan tidak mudah dipahami.

Pada tunanetra, ia menilai "screen reader", perangkat lunak yang membantu tunanetra membaca tulisan di gawai dan komputer, belum bisa membaca semua gambar dan foto sehingga menyulitkan difabel memahami isi konten yang ditampilkan.

Kemudian, tidak semua aplikasi memiliki fitur pembesar huruf yang memudahkan dan masih banyak konten internet yang menggunakan warna menyolok.

Dan pada tunagrahita, hambatan terletak pada bahasa yang tidak mudah dipahami dan penggunaan gambar yang kurang menarik.

Dalam kesempatan itu, Ratumas menawarkan sejumlah solusi untuk melindungi difabel saat memanfaatkan teknologi digital, yaitu penggunaan bahasa internet yang sederhana dan tidak banyak kata serapan.

Lalu memberikan diskripsi pada video, menggunakan warna-warna yang tidak menyolok, dan menggunakan gambar-gambar sederhana dan menarik.

"Sebaiknya tidak menggunakan 'captcha' dalam log in situs di internet," katanya melanjutkan.

Ditambah dengan pendampingan yang memadai, maka diharapkan kaum difabel dapat merasakan pengalaman positif dalam berselancar di dunia maya.

Baca juga: Stafsus Presiden Milenial ingin media lebih ramah pada kaum difabel

Lebih dari itu, teknologi digital diharapkan memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas. Misalnya saja, mereka yang memiliki keterbatasan fisik untuk ke luar rumah bisa menjelajah dunia melalui maya.

"Mari kita mendukung pengembangan digitalisasi menuju transformasi digital inklusif dan berinovasi dengan menggunakan secara bijak dan produktif," kata dia.

Indonesia digital

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henry Subiakto menyatakan internet telah menjadi kebutuhan hidup masyarakat.

Internet, kata dia, tidak hanya menjadi kebutuhan warga kota, melainkan juga masyarakat yang tinggal di pulau-pulau, termasuk di Anambas hingga Pulau Laut di ujung Natuna.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini tidak hanya melakukan pembangunan infrastruktur fisik, melainkan juga digital demi memenuhi kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Pendidikan inklusif anak penyandang disabilitas temui kendala

Apalagi di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, saat masyarakat disarankan untuk di rumah saja demi menghindari paparan Virus Corona. Semua kegiatan dirancang berbasis digital, seperti "work from home", "school from home", hingga "shop from home".

Pihaknya mencatat, saat ini tercatat 196,7 juta pengguna internet di Indonesia yang terdiri atas anak muda hingga orang tua.

Kemudahan yang diberikan teknologi digital musti dibarengi dengan penggunaan yang berhati-hati. Karena ada orang jahat yang memanfaatkan internet untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

Ia juga mengingatkan masyarakat untuk memanfaatkan teknologi untuk hal yang positif, jangan sampai menyebarkan hoaks yang dapat menyesatkan.

"Manfaatkanlah kecanggihan teknologi untuk hal-hal yang positif. Hampir 200 juta orang pengguna internet di Indonesia, kita harus saling mengingatkan. Jangan termakan informasi hoaks," kata dia.

Dengan saling melindungi dan mengingatkan, didukung sarana fasilitas yang memadai, maka diharapkan manfaat positif teknologi digital dirasakan seluruh masyarakat Indonesia, termasuk kaum difabel.

Baca juga: Masih jauh, keadilan bagi perempuan penyandang disabilitas
Baca juga: Mensos resmikan Sentra Kreasi Atensi disabilitas di Temanggung
Baca juga: Kemensos: Urusan vaksin penyandang disabilitas perlu diperhatikan

 

Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021