"Hasil kajian dari para ulama NU lewat Lembaga Bathsul Masail Nahdlatul Ulama, dinyatakan bahwa hukum penggunaan vaksin AstraZeneca adalah mubah (boleh) digunakan bukan hanya karena tidak membahayakan melainkan juga karena suci," ujar Sekretaris Jenderal PBNU A Helmy Faishal Zaini dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta Selasa.
Baca juga: Kadinkes Gorontalo Utara tolak vaksin Astrazeneca
Keputusan itu tertuang dalam hasil Bathsul Masail NU Nomor 1 Tahun 2021 tentang pandangan fikih mengenai penggunaan vaksin AstraZeneca. Bathsul Masail sendiri telah dilaksanakan pada Kamis (25/3).
Dalam forum Bahtsul Masail LBM PBNU, pihak AstraZeneca memberikan penjelasan bahwa seluruh proses pembuatan vaksin tidak memanfaatkan bahan yang berasal dari unsur babi.
Baca juga: UII selenggarakan vaksinasi massal untuk dosen
Adapun pemanfaatan tipsin babi dalam proses pengembangan awalnya hanya digunakan untuk melepas sel inang dari wadah yang dilakukan pihak Thermo Fisher sebagai supplier sebelum dibeli oleh Oxford-AstraZeneca.
Dalam pertemuan tersebut, dipaparkan proses produksi vaksin AstraZeneca. Proses pengembangan Sel Hex 293 oleh Thermo Fisher memanfaatkan tripsin dari unsur babi yang berfungsi memisahkan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel, bukan sebagai campuran bahan atau bibit sel.
Baca juga: Masjid Raya Baiturrahman jadi pusat vaksinasi massal 3.000 warga Aceh
Pelepasan sel inang dari pelat atau media pembiakan sel yang dilakukan dalam proses produksi AstraZeneca tidak lagi menggunakan tripsin babi melainkan lewat enzyme TrypLE TM Select yang dibuat dari bahan berupa jamur.
Kemudian dilakukan proses sentrifugasi untuk mengendapkan sel dan memisahkan dari medianya. Media yang sudah terpisah itu dibuang dan sel yang sudah diendapkan tadi kemudian ditambahkan media pertumbuhan baru untuk dikembangkan pada tempat yang tak lagi menggunakan tripsin babi.
"Dengan penjelasan itu, maka dapat dikatakan bahwa pemanfaatan tripsin dari unsur babi yang dilakukan Thermo Fisher diperbolehkan karena di-ilhaq-kan pada rennet yang najis yang digunakan dalam proses pembuatan keju (al-infahah al-mushlihah lil jubn)," demikian salah satu kutipan hasil Bathsul Masail
Sementara pada tahap selanjutnya, pembuatan bahan aktif vaksin skala besar dilakukan dengan cara menginfeksikan sel inang dengan bibit adenovirus dalam media berbasis air.
Tahapan ini berguna untuk memastikan bahwa telah terjadi penyucian secara sempurna jika dalam proses sebelumnya dianggap ada unsur yang bersentuhan dengan tripsin babi.
Tentang najis babi, forum Bahtsul Masail mengikuti pendapat rajih menurut Al-Imam Al-Nawawi yang menyatakan bahwa penyucian barang yang terkena najis babi cukup dibasuh dengan satu kali basuhan tanpa menggunakan campuran debu atau tanah.
"Atas dasar keputusan Lembaga Bathsul Masail NU tersebut, dengan demikian vaksin AstraZeneca boleh disuntikkan ke dalam tubuh manusia meskipun dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi darurat seperti saat ini," kata Helmy.
Berdasarkan penjelasan dan pertimbangan, Helmy mengimbau dan mengajak seluruh masyarakat untuk secara sukarela ikut ambil bagian dalam rangka menyukseskan program vaksinasi sebagai bentuk jihad melawan pandemi COVID-19.
"Meminta kepada segenap pemuka agama, terutama dari kalangan Islam untuk proaktif mengampanyekan pentingnya vaksinasi sebagai bagian dari solidaritas kemanusiaan dalam melawan pandemi," katanya.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021