• Beranda
  • Berita
  • DPR: Pemerintah jangan mau diintervensi asing soal industri tembakau

DPR: Pemerintah jangan mau diintervensi asing soal industri tembakau

31 Maret 2021 18:18 WIB
DPR: Pemerintah jangan mau diintervensi asing soal industri tembakau
Dokumentasi - Pekerja melinting rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), Megawon, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (11/12/2020). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/hp.

Pemerintah seharusnya melindungi hak warga negaranya, terutama petani dan masyarakat yang terlibat di industri hasil tembakau

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengingatkan pemerintah agar tidak mudah diintervensi oleh lembaga maupun dari pihak asing dalam penyusunan kebijakan terkait sektor pertanian tembakau dan industri hasil tembakau.

“Pemerintah seharusnya melindungi hak warga negaranya, terutama petani dan masyarakat yang terlibat di industri hasil tembakau. Jangan ada intervensi dari pihak asing,” kata Firman Soebagyo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan, industri hasil pertanian tembakau sejauh ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara melalui cukai. Karena itu, pemerintah berkewajiban melindungi seluruh pihak yang berkontribusi di industri ini, terutama para petani tembakau.

“Ini yang harus mulai dipikirkan supaya ada rasa keadilan,” katanya.

Sebuah lembaga filantropis bermarkas di New York, Amerika Serikat, diketahui telah mengucurkan dana besar-besaran ke sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia.


Baca juga: Asosiasi: Pemerintah agar berimbang soal regulasi industri tembakau

 

Dana itu digunakan untuk kampanye anti rokok yang menyuarakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang cukup ekstrim tanpa mempertimbangkan aspek terkait lainnya.

Padahal, kampanye tersebut berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan tenaga kerja yang penghidupannya bergantung pada industri tembakau nasional.

Selain di Indonesia, filantropis tersebut juga disebut-sebut masuk memberikan dana hibah ke Filipina melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration) di negara itu.

Hal ini diakui oleh FDA Filipina pada saat dengar pendapat dengan Kongres Filipina yang akibatnya meningkatkan kekhawatiran publik terkait independensi serta adanya potensi konflik kepentingan pada badan tersebut. Kampanye serupa pun gencar diluncurkan di seluruh dunia.


Baca juga: Pemerintah diminta dialog komprehensif terkait kenaikan cukai tembakau
 

“Lembaga filantropi asing itu juga punya yayasan yang bergerak terhadap perlindungan industri farmasi. Jadi konteksnya adalah kepentingan bisnis semata, tapi dalihnya kesehatan,” ujarnya.

Selain isu kesehatan, Firman melanjutkan, lembaga-lembaga penerima dana dari filantropi asing tersebut juga kerap melakukan sejumlah kampanye lainnya, seperti mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok dan membatasi penayangan iklan rokok di media massa. Terkait iklan rokok, mereka pernah melayangkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“MK telah memutuskan bahwa iklan rokok itu dibenarkan, tidak dilarang sama sekali. Hanya jam tayangnya yang disesuaikan supaya tidak mempengaruhi anak di bawah umur,” ujarnya.


Baca juga: Industri hasil tembakau nilai kebijakan HJE rokok 100 persen tak tepat

Baca juga: Industri hasil tembakau perlu peta jalan yang komprehensif

Baca juga: Industri tembakau berharap dilibatkan dalam pengambilan kebijakan

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021