• Beranda
  • Berita
  • Kosgoro 1957 sebut aksi terorisme tak bisa dianggap remeh

Kosgoro 1957 sebut aksi terorisme tak bisa dianggap remeh

1 April 2021 10:22 WIB
Kosgoro 1957 sebut aksi terorisme tak bisa dianggap remeh
Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 Dave Akbarshah Fikarno. (Kosgoro 1957)
Ketua Umum PPK Kosgoro 1957 Dave Akbarshah Fikarno berpandangan, aksi terorisme yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar dan Mabes Polri tidak bisa dianggap remeh.
 
"Ini (persoalan terorisme) menunjukkan permasalahan ini sangat tidak sederhana," kata Dave dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
 
Oleh karena itu, aparat kepolisian harus bertindak tegas terhadap para pelaku teror dan memperketat pengawasan.
 
"Memang penegakan hukum perlu dilakukan dengan sangat tegas tetapi penangkapan dengan 'pressure' kan tidak akan menghentikan. Hanya bisa menurunkan aksi teror yang sudah ada sekarang, harus mencari tahu persoalannya dan akar permasalahannya," kata Dave.
Sikap pelaku teror yang menyebut sistem ekonomi Indonesia adalah 'thagut' serta mempersoalkan ideologi Indonesia, kata dia, membuktikan bahwa terorisme punya doktrin yang terstruktur.
 
Dengan adanya beberapa aksi teror belakangan ini, lanjut dia, tak terkait dengan agama manapun.
 
Namun, kini ada pergeseran tren pelaku teror, dari yang dulu berasal dari keluarga yang bermasalah, kini lahir dari keluarga yang secara sosial mapan.
 
"Kalau dulu pelaku teror itu kan dari keluarga yang bermasalah. Sekarang ini terbukti tidak hanya dari golongan orang yang hidupnya itu tidak memiliki masa depan, ternyata ini juga banyak dari anak muda yang ternyata masih memiliki masa depan dan harapan yang indah, tetapi terjerumus dengan ideologi teroris ini," kata anggota Komisi I DPR ini.
 
Oleh karena itu, dirinya meminta aparat penegak hukum, baik Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) maupun kepolisian (Densus 88) memperkuat pencegahan dan lebih mengutamakan penanggulangan.
 
Dave pun menyarankan agar program deradikalisasi terus dievaluasi sesuai tantangan di lapangan.
 
"Ya memang pendekatan deradikalisasi itu masih membutuhkan formulasi yang lebih tepat, masif, dan efektif," kata Dave.
 
Diketahui, seorang perempuan berinisial ZA nekat menyusup dan menyerang Mabes Polri seorang diri pada Rabu (31/3) sore. Dia membawa senjata yang diduga airgun.
 
Seperti diberitakan, ZA adalah anak ketiga pasangan MA dan S. Dia tercatat lahir di Jakarta pada 1995 dan beralamat di Ciracas, Jakarta Timur. ZA berstatus pelajar/ mahasiswa dan belum menikah. Ayahnya bekerja sebagai buruh harian dan ibunya tukang jahit.
 
ZA ditembak mati di halaman depan Gedung Utama Mabes Polri (gedung sisi Barat) atau hanya 100 meter dari ruang Kapolri, Rabu petang.
 
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pun menginstruksikan jajarannya untuk lebih waspada.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021