Sejumlah pelaku usaha kopi yang banyak membuka gerai-gerai kopi kekinian mulai mengembangkan wisata edukasi kopi untuk memperluas pangsa pasar dan usaha mereka.Kopi tidak hanya digandrungi sebagai komoditas tapi lebih dari itu juga gaya hidup. Kopi menjadi peluang sendiri bagi petani kopi. Apalagi kopi asal Indonesia disukai pecinta kopi tak hanya dalam negeri namun luar negeri
Ketua Asosiasi Kopi Minang Sumatera Barat Attila Majidi dalam keterangannya, Kamis, mengatakan para pelaku usaha kopi kini banyak yang mengemas lahan usahanya menjadi tempat wisata edukasi selain tempat nongkrong kekinian.
“Banyak peluang bisnis yang bisa dikembangkan dari usaha pertanian kopi ini,” katanya.
Attila yang mengembangkan usaha kopi dengan brand Teras Kopi Pak Datuak dari Solok Selatan, Sumatera Barat, pun memiliki motto "kopi dalam cangkir boleh habis, tapi perbincangan kita tentang kopi dan cinta tidak akan pernah usai!"
Pria berusia 47 yang bergelar Datuk Sibungsu dari Solok Selatan itu mengatakan, wisata edukasi kopi banyak diminati karena masyarakat kini banyak yang ingin mengenal kopi lebih jauh termasuk hingga budi daya dan kesejarahannya.
“Kopi tidak hanya digandrungi sebagai komoditas tapi lebih dari itu juga gaya hidup. Kopi menjadi peluang sendiri bagi petani kopi. Apalagi kopi asal Indonesia disukai pecinta kopi tak hanya dalam negeri namun luar negeri,” katanya.
Ia mengatakan, selama ini jenis kopi yang banyak diminati wisatawan di antaranya kopi arabika Gayo, kopi arabika Kintamani, kopi arabika Toraja, kopi arabika Ijen Raung, kopi arabika Flores Bajawa, kopi robuska Temanggung, kopi Java Preanger, dan sederet kopi khas asli Indonesia lainnya.
Attilla menambahkan kopi memiliki rantai bisnis yang panjang termasuk dari sisi pemberdayaannya yang besar untuk para petani.
Ia sendiri membina dan membentuk kelompok tani perkebunan kopi bersama dengan Penyuluh Perkebunan Kabupaten Solok Selatan.
Pada November 2017, Attila sempat terkesan ketika seorang temannya yang menjadi Direktur sebuah rumah sakit di Riau memutuskan untuk berhenti bekerja dan ingin menekuni bisnis kopi.
Saat ada survei terkait kopi di Yogyakarta, rekannya itu menemukan ada sebuah kafe yang khusus menjual kopi Arabica Solok.
Ia pun menelusuri daerahnya dan ternyata banyak daerah yang kesulitan memenuhi banyaknya permintaan kopi Arabica dan mencari bahan baku ke Solok Selatan.
Peluang ini tentunya tak disia-siakan oleh alumnus IPB ini mengingat luas tanaman kopi Arabica di Solok Selatan saat ini mencapai 450 ha dan Robusta 3.293 ha.
Persiapan wirausaha pertanian pun dijalani, hingga pada Januari 2018, Attila mengelola Teras Kopi Pak Datuak dan memproduksi Kopi merek Pak Datuak. Mulai dari Green Bean, Whole dan Ground. Untuk pangsa pasar ia tak kesulitan.
"Saya rutin mengirim kopi ke Jakarta, Pekanbaru, Bekasi, dan Bandung. Dan ternyata ngopi, mengenal kopi, dan mengenal penikmat kopi itu asyik," katanya.
Atilla pun terus memberdayakan petani sekitar. Saat ini ada 4 kelompok tani yang dibina dan ada 7 pelaku usaha yang sudah mengeluarkan produk dengan merek sendiri.
Sampai saat ini tercatat muncul 5 pelaku usaha prosesor kopi atau mengolah kopi menjadi Green Bean, 3 roaster atau mengolah Green Bean menjadi Roasted Bean.
Kiprah Attila yang sukses mengembangkan usaha di sektor pertanian dengan memberdayakan petani sekitar inilah yang membuatnya didapuk menjadi DPM Bersama 66 Duta Petani Milenial (DPM)/Duta Petani Andalan (DPA) lainnya pada 2020.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan regenerasi petani dengan meningkatkan peran generasi muda pertanian dalam mengembangkan dan memajukan sektor pertanian agar lebih prospektif dan berpeluang ekspor.
"Duta-duta ini diharapkan mampu menarik generasi milenial lainnya untuk ikut berwirausaha pertanian,” katanya.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, yang juga dewan pembina DPM/DPA menilai perlu petani-petani muda yang dapat memberikan kontribusi dalam gerakan pembaharuan pembangunan pertanian yang dapat membaca peluang dan mengambil peluang tersebut dengan baik.
“Kehadiran DPM/DPA ini untuk mempercepat advokasi kepada masyarakat terutama berkaitan dengan program-program pemerintah sehingga program tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat di lapangan," kata Dedi.
Baca juga: Tur virtual pabrik makanan, alternatif wisata edukasi selama pandemi
Baca juga: Meramu kehidupan sederhana petani jadi daya tarik wisata edukasi
Baca juga: Taman Eden 100 di Lumban Julu Toba tawarkan edukasi wisata alamBaca juga: Taman Eden 100 di Lumban Julu Toba tawarkan edukasi wisata alam
Baca juga: Taman Bahagia Indonesia, wisata edukasi untuk kebahagiaan anak
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021