Pandangan itu diungkapkan Penerima Nobel perdamaian 1996 Jose Ramos Horta dalam diskusi secara virtual bertajuk "Southeast Asian People-to-People Region Hall on the Political Crisis in Myanmar", Kamis.
Sentralitas ASEAN dan Komunitas ASEAN akan menjadi klise belaka, tanpa substansi dan tujuan, jika para pemimpin mengkhianati harapan rakyat Myanmar yang berjuang dengan damai dan mempertaruhkan nyawa, kata dia.
Ramos Horta juga mengutuk keras perlakuan junta militer Myanmar terhadap penerima Nobel perdamaian 1991 Aung San Suu Kyi.
"Akui pemerintahan terpilih yang memenangkan Pemilu November lalu. Harus ada dialog untuk memulihkan pemerintah terpilih itu serta situasi di Myanmar," kata dia.
Sementara itu, pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dr. Dino Patti Djalal mengatakan masalah Myanmar merupakan tragedi Asia Tenggara karena demokrasi yang diperjuangkan hilang.
Saat ini ketidakadilan, penindasan, teror, serta kekerasan terjadi di Myanmar --bertentangan dengan misi yang diperjuangkan.
Ia mengatakan tragedi yang terjadi di Myanmar merupakan masalah bagi ASEAN, yang selalu menyuarakan kepentingan masyarakat.
Saat krisis di Myanmar melanda, masyarakat Asia Tenggara tidak ingin menjadi pengamat yang pasif, kata Dino.
"Mereka ingin mengambil sikap tegas melawan ketidakadilan, serta memberi dorongan moral dan politik yang kuat untuk menolak kudeta militer, dan mengembalikan Myanmar ke jalur demokrasi, kata dia.
Baca juga: Ramos Horta anjurkan sanksi penuh kepada junta militer Myanmar
Baca juga: Militer Myanmar tembaki pengunjuk rasa, 13 orang tewas
Baca juga: Kala Ramos-Horta bandingkan sorot mata warga Myanmar dan Indonesia
Militer Myanmar merebut kekuasaan, menahan Suu Kyi
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021