"Pandemi pengaruhnya cukup besar terhadap kondisi masyarakat yang berdampak pada kondisi nutrisi atau gizi," kata Hasto dalam acara diskusi daring bertajuk "Buruk Gizi di Masa Pandemi" yang dipantau di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, selama masa pandemi ini, ada tren peningkatan kemiskinan akibat stabilitas perekonomian yang menurun.
"Ada warga miskin baru, ada keluarga baru yang mengalami ketimpangan dalam memenuhi kebutuhan gizi. Di dalam keluarga itu sendiri ada yang kehilangan mata pencarian, ada yang di-PHK, ada juga yang masih bekerja namun penghasilannya menurun. Jumlahnya lumayan (besar)," paparnya.
Pihaknya mencatat persentase masyarakat yang berhenti bekerja selama masa pandemi ada 24 persen. Sementara masyarakat yang pendapatannya menurun mencapai 64 persen.
"Ini pasti berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga," tuturnya.
Gambaran ini seiring dengan laporan-laporan yang menunjukkan adanya lahirnya bayi-bayi yang berprevalensi stunting ataupun dalam pertumbuhannya mengalami stunting.
"COVID-19 erat pengaruhnya terhadap masalah kesehatan dan gizi, ini cocok dengan laporan-laporan yang ada terkait angka kematian bayi, kematian bayi dibawah usia 1 tahun," katanya.
Dalam informasi yang tersaji pada Komunikasi Data Kesehatan Masyarakat tahun 2020, tercatat kematian neonatal 2020 mencapai 34.513, sementara kematian neonatal 2019 yakni 20.074.
Kematian bayi pada 2020 mencapai 44.352, naik signifikan dari kematian bayi 2019 yang berjumlah 26.089.
Kematian balita 2020 juga naik tajam menjadi 7.246 dari tahun 2019 yang hanya 2.859.
Baca juga: BKKBN: Pandemi berdampak besar kurangnya pemenuhan gizi keluarga
Baca juga: BKKBN fokus bina kesehatan calon pengantin cegah lahir bayi stunting
Baca juga: BKKBN: 12 persen kehamilan di Indonesia tak terencana
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021