• Beranda
  • Berita
  • Pentingnya "me time" bagi orang tua dengan anak autisme

Pentingnya "me time" bagi orang tua dengan anak autisme

9 April 2021 08:40 WIB
Pentingnya "me time" bagi orang tua dengan anak autisme
Ilustrasi - Orang tua dan anak. ANTARA/Shutterstock.
Psikolog lulusan Magister Psikologi Terapan Universitas Indonesia Diah A. Witasari mengatakan bahwa orang tua yang merawat anak autisme juga perlu memperhatikan dan menyayangi dirinya sendiri, salah satu caranya adalah dengan "me time" atau meluangkan waktu beristirahat sejenak.

"Kalau bicara tips, carilah cara untuk tetap positif. Mungkin perlu cek apa yang bisa buat kita rileks. Kita perlu me time juga untuk diri kita sendiri," kata Diah melalui siaran Instagram Live bersama Tentang Anak dan Yayasan MPATI dikutip pada Jumat.

Lebih lanjut, wanita yang juga merupakan seorang ibu dari putra berkebutuhan khusus itu mengatakan bahwa di era dengan teknologi canggih seperti saat ini juga semakin mempermudah akses bagi orang tua untuk berbagi dengan sesamanya. Jadi, ketika merasa lelah, bisa mencari dukungan dari orang lain melalui komunitas di media sosial, misalnya.

Baca juga: Pandemi bisa jadi momen orang tua dan anak autisme jalin kedekatan

"Ayah dan bunda tidak sendiri. Zaman sekarang sudah beda dengan zaman saya dulu, pun dengan peran komunitas. Kondisi orang tua akan mempengaruhi anak juga. Jadi, jangan lupa untuk peduli sama diri sendiri juga. Jangan lupa untuk sayangi diri kita sendiri," kata Diah.

Bicara soal hubungan anak dan orang tua, lanjut dia, tidak lepas dengan adanya ekspektasi tertentu terhadap anak. Pun orang tua dengan anak autisme. Namun, Diah mengingatkan orang tua agar mengetahui batas ekspektasi itu agar tidak menguras energi, salah satunya adalah dengan menjadi realistis.

Diah memaparkan, kebutuhan seorang anak -- terutama anak yang menyandang autisme, berbeda-beda. Begitu pula dengan bagaimana tumbuh kembang buah hati, yang dalam hal ini mungkin tidak bisa diukur dengan batasan umur.

"Bicara soal ekspektasi, kita harus realistis. Kita realistis terhadap tumbuh kembang anak, kebersamaan, fokus, dan risikonya. Itu semua dilakukan sambil jalan. Anak itu unik, dia punya proses berkembang sendiri, dan punya keistimewaan sendiri. Ruang itu perlu diisi dengan ekspektasi yang realistis," jelas dia.

"Itu semua berangkat dari diri kita sendiri, melihat bagaimana anak bertemu potensi, kelebihan dia apa. Yang menjadikan melelahkan adalah kita punya ekspektasi tinggi, dan itu boleh-boleh saja, tapi harusnya disesuaikan dengan keadaan. Wajar kalau orang tua punya rencana tertentu. Boleh sedih, tapi bangkit lagi," imbuhnya.

Menutup diskusi, Diah mengingatkan orang tua untuk terus berpikir positif. "Stay positive. Karena energi itu yang akan membantu kita mikir alternatif lain apa yang bisa kita lakukan selanjutnya," pungkasnya.

Baca juga: Pakar berpesan terapi anak autis harus perhatikan kenyamanan anak

Baca juga: Pakar: Periksakan anak jika terlambat berkembang

Baca juga: Pakar: Anak autis bisa pulih dan hidup normal

Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021