• Beranda
  • Berita
  • Wirausaha muda pangan dan masa depan SDM pertanian Indonesia

Wirausaha muda pangan dan masa depan SDM pertanian Indonesia

14 April 2021 10:56 WIB
Wirausaha muda pangan dan masa depan SDM pertanian Indonesia
Ilustrasi - Petani milenial memeriksa kondisi tanaman brokoli di lahan pertanian desa Suntenjaya, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Jumat (26/3/2021). Pemerintah Provinsi Jawa Barat meluncurkan program Petani Milenial yang mengusung konsep pertanian modern dengan teknologi yang dikelola oleh generasi muda sebagai upaya mengurangi angka pengangguran dan menahan laju urbanisasi dengan berbisnis di desa. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/hp.

Rancangan yang tepat, untuk mengetahui big picture dari kompetensi SDM yang dibutuhkan dari masing-masing subsektor pertanian seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan

Pangan menjadi isu yang paling strategis di samping energi, manakala badai pandemi menerpa hampir di seluruh negara di dunia. Sebab ancaman krisis pangan bukan main-main jika hal itu terjadi.

Keberlanjutan hidup manusia akan berada dalam ancaman serius apabila isu soal pangan tidak ditindaklanjuti dengan lebih serius dan fokus.

Maka tak heran kemudian, Pemerintah Indonesia melakukan beragam terobosan untuk dapat menemukan cara terbaik agar persoalan pangan bisa teratasi.

Di Tanah Air, keberlanjutan pangan tidak terlepas dari dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bergerak di sektor pertanian.

Terlebih pada 2030 Indonesia akan menikmati bonus demografi dimana jumlah generasi mudanya akan lebih banyak daripada generasi senior pendahulunya.

Oleh karena itulah, saat-saat ini menjadi waktu yang tepat untuk mempersiapkan generasi muda tanah air agar menjadi SDM pertanian atau wirausaha muda pangan yang memiliki kemampuan soft skill serta hard skill yang baik.

Soft skill merupakan atribut bawaan sebagai individu, yang diperoleh melalui interaksi dengan orang lain dan peka terhadap lingkungan, sedangkan hard skill merupakan sesuatu yang bisa diraih dan dipelajari.

Kemampuan hard skill ini dapat diperoleh dari pendidikan serta pelatihan, magang, bimbingan teknis dan program sertifikasi. Sedangkan soft skill adalah kepribadian serta atribut personel dan kemampuan komunikasi.

Keduanya sama penting dalam upaya mencetak lebih banyak wirausaha muda pangan atau mereka, anak muda, yang terjun ke dunia pertanian. Sekaligus menjadikan sektor pertanian sama bergengsinya dengan sektor lain, sehingga menarik minat anak muda untuk menggelutinya.

Baca juga: Wirausaha pertanian dinilai akan percepat swasembada pangan


Program YESS

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo termasuk sosok yang menaruh perhatian tinggi terhadap pengembangan kualitas SDM pertanian.

“Rancangan yang tepat, untuk mengetahui big picture dari kompetensi SDM yang dibutuhkan dari masing-masing subsektor pertanian seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan,” ungkap Mentan.

Untuk itu pihaknya melalui Badan Peyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) berupaya meningkatkan kualitas SDM khususnya di wilayah pedesaan.

Salah satu yang dikembangkan untuk mendukung tujuan besar ini yakni program Youth Entrepreurship and Employment Support Service (YESS). Program YESS merupakan proyek percontohan pengembangan generasi muda dan regenerasi petani di pedesaan melalui penyediaan fasilitas dan bimbingan kepada generasi muda untuk menjadi wirausahawan atau tenaga kerja yang profesional di sektor pertanian.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi mengungkapkan sudah saatnya generasi muda untuk mengambil peranan dalam pembangunan pertanian.

Terbukti banyak pemuda-pemuda terdidik saat ini yang menjadi pelopor dalam usaha pertanian. Ini adalah contoh nyata bahwa pertanian tidak identik dengan kotor dan kemiskinan, apalagi ditunjang dengan mekanisasi dan inovasi pertanian yang menjadikan pertanian menjadi lebih modern dan menjanjikan.

“Dalam Program YESS generasi muda akan ditingkatkan kapasitasnya melalui pendekatan penyuluhan, pelatihan, dan pendidikan, agar nantinya dapat menjadi wirausaha ataupun pekerja yang andal dan mandiri di sektor pertanian”, ujar Dedi.

Program YESS menargetkan sejak program ini dimulai hingga 5 tahun ke depan sebanyak 120.000 pemuda pedesaan di wilayah lokasi Program YESS yang akan menjadi Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL) akan difasilitasi untuk selanjutnya dapat terjun dan berkiprah dalam dunia usaha pertanian.

Mengingat besarnya angka target CPCL yang akan diintervensi oleh Program YESS, Idha Widi Arsanti, Direktur Program YESS, terus mendorong peningkatan CPCL di wilayah Program YESS.

Saat ini jumlah CPCL Program YESS sampai dengan 10 Maret 2021 sebanyak 38.624, angka tersebut tentunya masih jauh dari target yang ditentukan, sehingga masing-masing wilayah lokasi Program YESS harus terus bekerja keras untuk mendapatkan CPCL sesuai target, bahkan harus melebihi angka target.

Baca juga: Indonesia perlu banyak wirausaha pertanian untuk swasembada pangan


Dampak Meluas

Program YESS diharapkan bisa menjangkau semakin banyak anak muda yang dapat menerima manfaat, dampaknya pun akan kembali daerah masing-masing, paling tidak akan meningkatkan pendapatan asli daerah.

Ketika akan melakukan intervensi ke CPCL maka dipastikan setiap Business Development Services–Provider (BDSP) memiliki kesiapan yang matang, karena nantinya akan menunjang kebutuhan pelatihan bagi CPCL, sehingga sebelumnya dilakukan uji tuntas di masing-masing Provincial Project Implementation Unit (PPIU).

Selanjutnya diadakan kegiatan startup workshop yang bertujuan untuk melihat kembali kesiapan dari BPP/P4S atau PLUT sebagai tempat yang nantinya akan menjadi lokasi CPCL menerima pelatihan atau mendapat intervensi.

Secara periodik program YESS akan road show langsung ke BDSP, salah satunya di wilayah Maros. “Kami akan melatih staf BDSP untuk menjadi fasilitator dan mentor yang akan menularkan ilmunya kepada CPCL. Setelah mendapatkan pelatihan kita akan dorong mereka untuk membuka usaha perbankan jadi ada tahapannya, tapi paling tidak pelatihan awal terkait dengan pelatihan keuangan, pelatihan teknis bisa dilakukan segera,” kata Arsanti.

Arsanti berharap semua elemen masyarakat dapat disentuh sehingga terdapat keadilan terkait CPCL program YESS. Diharapkan ke depan CPCL dapat terus memperhatikan kesetaraan gender dengan ratio 50 persen perempuan, memperhatikan masyarakat tradisional karena akan dikenalkan pada teknologi, suku/adat setempat, masyarakat dengan kebutuhan khusus, TKI/ migran, putus sekolah SMA, serta bagi mereka tidak memiliki lahan karena kita akan fasilitasi terkait penggunaan lahan.

Selain itu pelaksanaan kegiatan YESS tidak hanya menyasar pada intervensi CPCL tetapi juga membangun kelembagaan berbagai institusi pemerintah, mulai dari tingkat pusat sampai daerah.

Semua berharap seluruh elemen kelembagaan mendapatkan manfaat Program YESS, sebagai contoh BPP dan P4S bisa mendapat bantuan alat, ditingkat Dinas mereka mendapat pelatihan pengadaan dan keuangan, ditingkat Polbangtan dan SMKPP mampu meningkatkan Teaching Factory, selain itu para dosen berperan sebagai Master of Trainer, dan sebagainya.

Seluruh upaya tersebut diharapkan mampu mendorong lahirnya lebih banyak wirausaha muda pangan di tanah air sekaligus mencerahkan sektor pertanian Indonesia.

Baca juga: Kaum milenial diajak jadi wirausaha pertanian


 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021