• Beranda
  • Berita
  • BP2MI katakan data jadi kendala utama tata kelola perlindungan ABK

BP2MI katakan data jadi kendala utama tata kelola perlindungan ABK

14 April 2021 14:32 WIB
BP2MI katakan data jadi kendala utama tata kelola perlindungan ABK
Kepala BP2MI Benny Rhamdani saat meninjau salah satu ruang di Balai Latihan Kerja (BLK) Semarang 1. (ANTARA/Wisnu Adhi)

Saya mencermati dan mesti mengakui bahwa ketiadaan data tunggal yang valid mengenai jumlah ABK perikanan dan PMI (Pekerja Migran Indonesia) secara umum, ini yang jadi kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia...

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengungkapkan ketiadaan data tunggal yang valid menjadi kendala dalam upaya tata kelola perlindungan anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di kapal asing.

"Saya mencermati dan mesti mengakui bahwa ketiadaan data tunggal yang valid mengenai jumlah ABK perikanan dan PMI (Pekerja Migran Indonesia) secara umum, ini yang jadi kendala yang dihadapi pemerintah Indonesia. Bagaimana kita bisa beri perlindungan maksimal bila jumlah yang kita lindungi kita tidak ketahui secara pasti," katanya dalam webinar "Mempertanyakan Komitmen Multi-Pihak dalam Melindungi ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing", Rabu.

Benny mengungkapkan PMI, termasuk para awak kapal merupakan pahlawan devisa yang telah memberikan sumbangan besar bagi negara berupa remiten sebesar Rp158,9 triliun setiap tahunnya.

"Itu sama dengan 7 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)," katanya.

Dengan kontribusinya yang besar, pemerintah pun sangat serius memperbaiki regulasi melalui diterbitkannya peraturan turunan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia guna membenahi tata kelola penempatan sekaligus perlindungan bagi PMI, termasuk para awak kapal perikanan.

Dalam kesempatan yang sama, Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) juga menyoroti masalah data sebagai salah satu masalah utama yang terjadi terkait penempatan dan perlindungan ABK di kapal asing.

"Diperlukan database ABK yang terintegrasi," kata CEO IOJI Mas Achmad Santosa.

Masalah utama lain yang masih terjadi yaitu terkait duplikasi kewenangan dalam rekrutmen dan penempatan ABK, belum efektifnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM ABK dan pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO) serta soal kesadaran dan pengetahuan terkait hak ABK dan calon ABK yang akan bekerja di kapal ikan asing.

"UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, salah satunya ABK kapal, juga membutuhkan perangkat aturan pelaksana terutama soal bagaimana menjabarkan bentuk-bentuk perlindungan sebelum, selama dan setelag bekerja maupun perlindungan hukum, ekonomi, maupun perlindungan sosial," katanya.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menambahkan sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2017, awak kapal perikanan Indonesia yang bekerja di kapal berbendera asing merupakan bagian dari PMI yang dilindungi sepenuhnya oleh negara.

Perlindungan PMI mencakup perlindungan baik sebelum selama maupun setelah bekerja. PMI juga dilindungi dari sisi hukum, sosial dan ekonomi. Demikian pula hak dan kewajiban PMI dan keluarganya yang telah dirumuskan dan dilindungi dalam UU tersebut.

"Dengan demikian, hak awak kapal perikanan Indonesia dan PMI lain berikut keluarganya sudah dilindungi oleh UU ini. Tapi harus diakui, dalam konteks perbudakan di laut, kita masih melihat banyak hak PMI berikut keluarganya yang dilanggar," kata Ida.

Baca juga: BP2MI gandeng Jateng sosialisasi pelindungan pekerja migran

Baca juga: BP2MI masih tunggu jawaban untuk pencabutan penangguhan PMI ke Taiwan

Baca juga: Kepala BP2MI: Masih ada praktik biaya tidak resmi dalam penempatan PMI

Baca juga: Pekerja migran dan praktik penipuan yang menyelimutinya

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021