Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal dalam webinar Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) tentang ketahanan pangan nasional yang dipantau di Jakarta, Kamis, mengatakan penanaman padi di musim tanam kedua yang bertepatan dengan musim kemarau masih bisa dilakukan di beberapa wilayah yang masih memiliki curah hujan lebih tinggi ataupun daerah yang memiliki sistem irigasi.
"Yang kami sampaikan bahwa musim kemarau tahun ini sekitar 53 persen zona musimnya sama seperti musim kemarau normalnya, artinya curah hujannya sama. Sedangkan 35 persen di atas normal atau lebih basah dibanding kemarau biasanya, sisanya kemarau yang lebih kering," kata Herizal.
Baca juga: Kementan ingatkan petani percepat musim tanam kedua tahun ini
Dia menyebut, pengolahan lahan pertanian masih bisa dilakukan di wilayah yang memiliki musim kemarau di atas normal, atau lebih basah dibanding kemarau biasanya.
Herizal menyebutkan hingga saat ini wilayah Indonesia masih terjadi hujan dikarenakan fenomena La Nina yang masih berdampak dan diperkirakan mulai melemah pada Mei 2021. Fenomena La Nina yang menyebabkan tambahan curah hujan ini juga terjadi sepanjang tahun 2020 dan akhir 2019 yang turut membantu peningkatan produksi beras dalam negeri. Tanaman padi diketahui sebagai tanaman pangan yang membutuhkan banyak air dalam meningkatkan produktivitasnya.
Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik M Habibullah menyebutkan secara nasional produksi beras berpotensi mengalami surplus sebanyak 3,66 juta ton pada periode Januari-Mei 2021.
Baca juga: Musim tanam kedua, Pupuk Indonesia percepat distribusi ke gudang-kios
Dia menyebut ada sebaran beberapa daerah yang sebenarnya bukan penghasil padi turut menyumbangkan produktivitas gabah nasional pada musim panen raya April tahun ini. Namun Habibullah menyebutkan BPS sudah melakukan survei di lapangan untuk periode Maret guna mengetahui kondisi sebenarnya produktivitas beras.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021