Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Pidie Jaya terus bekerja merampungkan berkas perkara dugaan korupsi pembangunan Jembatan Pangwa dengan nilai kontrak Rp11,2 miliar.Setelah itu, baru dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Banda Aceh
Kepala Kejari Pidie Jaya Mukhzan diwakili Kepala Seksi Pidana Khusus Wahyu Ibrahim yang dihubungi dari Banda Aceh, Jumat, mengatakan perampungan berkas itu untuk dilimpahkan ke penuntut umum.
"Sesegera mungkin kami rampungkan berkas perkaranya untuk dilimpahkan ke penuntut umum. Setelah itu, baru dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor di Banda Aceh," kata Wahyu Ibrahim.
Wahyu Ibrahim mengatakan ada tiga berkas perkara dengan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan tersebut.
Empat tersangka tersebut seorang pejabat di Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) berinisial TR serta tiga lainnya rekanan dan konsultan pengawas, yakni berinisial MAH, Azh, dan Mur.
"Dalam perkara ini, penyidik sudah memintai keterangan 28 saksi. Dari 28 saksi tersebut termasuk tiga di antaranya mereka yang pernah menjabat kepala BPBA," kata Wahyu Ibrahim.
Pembangunan jembatan di Pangwa, Kabupaten Pidie Jaya tersebut dilaksanakan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dengan nilai kontrak Rp11,2 miliar tahun anggaran 2017.
Dalam menangani perkara korupsi tersebut, tim penyidik sudah menggeledah Kantor BPBA di Banda Aceh. Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita sejumlah dokumen berupa kontrak kerja pembangunan jembatan.
Selain itu, penyidik Kejari Pidie Jaya juga menyita satu unit truk pengaduk semen dari sebuah perusahaan di Lhoknga, Aceh Besar. Truk pengaduk semen atau molen tersebut disita sebagai alat bukti.
Wahyu Ibrahim mengatakan truk tersebut disewa oleh tersangka untuk pembangunan jembatan. Sedangkan keterlibatan perusahaan pemilik truk pengaduk semen itu dalam kasus dugaan korupsi tersebut tidak ada sama sekali.
Truk molen itu disewa dan digunakan tersangka mengaduk semen untuk pengecoran lantai jembatan. Namun, hasil pengecoran tidak memenuhi spesifikasi pekerjaan sesuai kontrak, kata Wahyu Ibrahim.
"Potensi kerugian negara mencapai Rp1 miliar. Namun, untuk mengetahui jumlah pasti kerugian negara tergantung hasil penghitungan dari BPKP Perwakilan Aceh. Tidak tertutup kemungkinan ada penambahan tersangka, tergantung proses penyidikan yang sedang berlangsung," kata Wahyu Ibrahim.
Baca juga: Kejati Aceh usut dugaan korupsi pembangunan jembatan Rp1,8 miliar
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021