• Beranda
  • Berita
  • Kemenko Perekonomian: Harga jagung tinggi karena produksi tidak stabil

Kemenko Perekonomian: Harga jagung tinggi karena produksi tidak stabil

20 April 2021 16:06 WIB
Kemenko Perekonomian: Harga jagung tinggi karena produksi tidak stabil
Petani panen jagung di Desa Kedungmalang, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Kamis (18/3/2021). Petani diuntungkan harga jagung yang cukup bagus, lebih dari Rp3.800 per kilogram. ANTARA Jatim/ Ach

terdapat multifaktor yang menyebabkan harga jagung menjadi tinggi seperti produksi dalam negeri yang belum optimal hingga belum ada mekanisme cadangan jagung.

Tingginya harga jagung yang berdampak pada meningkatnya harga pakan ternak disebabkan beberapa faktor, salah satunya produksi dalam negeri yang tidak stabil, kata Asisten Deputi Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian Muhammad Saifulloh.

Dalam webinar tentang Harga Jagung Melambung yang dipantau di Jakarta, Selasa,  Saifulloh mengatakan terdapat multifaktor yang menyebabkan harga jagung menjadi tinggi seperti produksi dalam negeri yang belum optimal hingga belum ada mekanisme cadangan jagung.

Menurut dia, penanaman komoditas jagung masih sangat tergantung dan harus memperhatikan musim, sehingga pasokan jagung juga berbeda-beda di setiap waktu. Selain itu, rantai pasar jagung masih panjang sehingga harga pasar lebih banyak ditentukan oleh pedagang dan pengepul.

"Harga jagung internasional naik sekitar 36 persen sejak Oktober 2020 sampai dengan April 2021," kata Saifulloh.

Baca juga: Bungaran Saragih: RI potensi ekspor jagung jika kendalikan mikotoksin

Dia juga menyebutkan bahwa kebutuhan jagung per bulan relatif sama sehingga menyebabkan harga turun ketika pasokan berlebih dan harga naik ketika pasokan turun. Untuk menstabilkan harga jagung perlu dirumuskan mekanisme pengelolaan stok.

Selain itu Saifulloh juga berpendapat saat ini belum ada mekanisme cadangan jagung pemerintah sehingga rawan muncul masalah di tingkat petani ketika harga jatuh dan di tingkat pengguna terutama peternak ketika harga jagung naik.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, prognosa ketersediaan kebutuhan jagung pipilan kering periode Januari-Mei 2021 terdapat defisit pada April dan Mei.
"Ini sebenarnya April dan Mei sudah ada warning minus 265,349 ton dan Mei minus 2.896 ton, ini butuh effort luar biasa untuk produsen jagung," kata dia.

Baca juga: Pertani: "Corporate farming" jagung menjaga kesejahteraan petani

Neraca kebutuhan dan ketersediaan jagung pada Januari hampir 600 ribu ton, Februari 1 juta ton, Maret 900 ribu ton, dan diperkirakan defisit pada April dan Mei.

Technical Consultant US Grains Council Budi Tangendjaja juga menyebutkan masalah produksi jagung pipil di Indonesia karena memiliki kadar air yang tinggi. Tingginya kadar air tersebut membuat tanaman dan hasil panen jagung mudah ditumbuhi jamur hingga menjadi rusak.

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021