• Beranda
  • Berita
  • Kuasa hukum tak tahu ada aliran dana Asabri ke "bitcoin"

Kuasa hukum tak tahu ada aliran dana Asabri ke "bitcoin"

21 April 2021 15:32 WIB
Kuasa hukum tak tahu ada aliran dana Asabri ke "bitcoin"
Ilustrasi kumpulan token bitcoin (mata uang virtual). ANTARA/REUTERS/Benoit Tessie/aa.

Dirdik seyogianya tidak membuat kemungkinan opini pada proses yang masih prematur.

Kuasa hukum Benny Tjokro, Bob Hasan, mengaku tidak tahu ada aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin.
 
"Wah, saya baru tahu ada tudingan tersebut. Kami pun tidak tahu ada aliran dana ke bitcoin," kata Bob Hasan dalam keterangan pers diterima ANTARA di Jakarta, Rabu,
 
Bob Hasan menilai pernyataan Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Ardiansyah baru-baru ini tentang adanya aliran dana dugaan korupsi PT Asabri ke dalam bentuk bitcoin itu sebagai opini pribadi dari penyidik.
 
Hal tersebut, menurut dia, karena kejaksaan hingga saat ini belum menyelesaikan perhitungan kerugian negara.

Baca juga: Kejagung dalami aliran dana Asabri ke "bitcoin"
 
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan bahwa Dirdik seyogianya tidak membuat kemungkinan opini pada proses yang masih prematur.
 
"Meski dalam kerangka transparansi, membuat opini yang salah dikhawatirkan bisa menjadi bumerang bagi institusi kejaksaan. Penegakan hukum tidak boleh dibumbui dengan opini," kata Suparji.
 
Ia pun menyarankan agar kejaksaan dalam memberikan pernyataan harus menjaga objektivitasnya sebagai penegak hukum, kemudian pernyataan penyidik juga harus memperhitungkan dampak negatif pada politik, sosial, dan ekonomi.
 
Menurut dia, jika tidak ada kaitannya dengan kejahatan, penyidik tidak boleh sembarangan beropini maupun menyita. Masalahnya, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum tak boleh mengganggu sektor perekonomian.

Baca juga: Kasus Jiwasraya dan Asabri momentum pengesahan RUU perampasan aset
 
Pakar hukum Universitas Pelita Harapan Rizky Karo-Karo mengatakan bahwa penegak hukum yang menangani kasus Asabri maupun Jiwasraya sejatinya dalam melakukan tugas dan kewenangan harus berdasar bukti permulaan yang cukup, minimal terdapat dua alat bukti dalam hukum acara pidana.
 
"Penegak hukum pun wajib tidak melupakan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) hingga akhirnya terdapat putusan peradilan dari hakim pemeriksa perkara a quo yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde)," katanya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021