Taiwan telah mulai menilai cara-cara untuk dapat mencapai nol emisi hingga 2050, kata pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen pada Kamis.Saat ini banyak negara sedang membahas target transformasi nol emisi bersih pada 2050, dan Taiwan secara aktif merencanakannya,
Pernyataan tersebut disampaikan Tsai Ing-wen setelah kelompok-kelompok pemerhati lingkungan hidup mengkritik pemerintah karena dinilai tidak berbuat cukup banyak untuk memerangi perubahan iklim.
Pemerintah Taiwan, meskipun dikecualikan dari sebagian besar badan dan perjanjian internasional karena tekanan dari Beijing yang menganggap pulau itu bagian dari wilayahnya, ingin menunjukkan bahwa Taiwan adalah anggota komunitas internasional yang bertanggung jawab.
Pada Rabu (21/4), Uni Eropa mencapai kesepakatan tentang undang-undang perubahan iklim penting yang menetapkan target baru yang lebih ketat pada emisi gas rumah kaca dalam pembuatan kebijakannya, yang bertujuan untuk mengarahkannya menuju nol emisi karbon pada 2050.
Baca juga: Selandia Baru akan kurangi emisi karbon bus umum
Baca juga: Dunia akan lampaui batas pemanasan global tanpa investasi besar
China juga mengatakan bermaksud untuk mencapai puncak bebas dari emisi karbon pada 2030, dalam upaya menjadi negara netral karbon pada 2060.
Saat berbicara pada acara Hari Bumi di Taipei, Tsai mengatakan Taiwan "tidak bisa ketinggalan tren internasional".
"Saat ini banyak negara sedang membahas target transformasi nol emisi bersih pada 2050, dan Taiwan secara aktif merencanakannya," katanya.
Pemerintah Taiwan, di bawah koordinasi kabinet, telah mulai menilai dan merencanakan jalan yang mungkin ditempuh untuk mencapai target nol emisi pada 2050, ujar Tsai.
Sementara beberapa pihak mungkin menganggap ini sebagai tantangan, banyak perusahaan melihatnya sebagai peluang, katanya.
"Pasokan dan permintaan pasar harus mengubah logika pemikiran mereka, menangkap peluang bisnis baru, dan memperkuat daya saing Taiwan dalam rantai pasokan global," ucap Tsai.
Target Taiwan sebelumnya, yang ditetapkan pada 2015, adalah mengurangi separuh emisinya antara tahun 2005 dan 2050.
Tahun lalu, Greenpeace meminta pembangkit tenaga teknologi Taiwan untuk lebih agresif dalam mengatasi perubahan iklim, termasuk dalam menghadapi risiko yang dialami pulau itu akibat cuaca ekstrem dan naiknya permukaan laut.
Taiwan mengalami kekeringan terparah dalam lebih dari setengah abad setelah topan yang diandalkan untuk mengisi kembali waduk-waduknya gagal menerjang tahun lalu.
Sumber: Reuters
Baca juga: Jerman akan kucurkan Rp 41 triliun untuk proyek infrastruktur hijau RI
Baca juga: Guru Besar IPB tegaskan pentingnya mencapai netralitas karbon
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021