"Pada dasarnya masyarakat adat kita masih punya nilai-nilai kearifan yang sesuai dengan alam dan berinteraksi dengan alam, tetapi jumlahnya minoritas," kata Direktur Eksekutif KKI Warsi Rudi Syaf dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat.
Meski terlihatnya pasif, ujar Rudi sebetulnya semua kebutuhan hidup masyarakat adat terpenuhi secara berkelanjutan, meskipun tidak mewah seperti mayoritas orang pada umumnya.Mereka memiliki dampak yang besar dalam menjaga bumi kita untuk kepentingan yang lebih luas.
Menurut Rudi, salah satu bentuk apresiasi tersebut adalah dengan memastikan adanya jaminan hukum dari negara, agar mereka bisa menjalankan perannya secara optimal, yaitu menjaga fungsi paru-paru dunia.
Masyarakat adat merupakan kelompok terdekat dengan alam yang memegang teguh prinsip dan praktik pelestarian lingkungan.
Terkait dengan hukum, Rudi menuturkan meskipun belum mendapatkan pengakuan dari negara, banyak kelompok masyarakat adat di dalam dan sekitar hutan telah memperlakukan hutan sebagai bagian penting bagi kehidupan baik secara sosial, ekonomi, kultural, bahkan religi, sesuai dengan kearifan yang diwarisi nenek moyang mereka sejak puluhan tahun lalu.
Baca juga: Wamen KLHK : Luasan Hutan Adat di Kalteng masih sedikit
Baca juga: Dana GCF, pengendali iklim dan pengakuan masyarakat adat
Hingga saat ini, istilah dan definisi yang dipakai untuk menggambarkan masyarakat adat masih beragam baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun lembaga internasional. Namun, satu hal yang pasti adalah masyarakat adat masih sangat dekat dengan kehidupan alami dan terus berupaya menjaga kelestarian lingkungan hidup mereka dalam kehidupan sehari-hari.
KKI Warsi terus melakukan pendampingan kepada masyarakat adat dan masyarakat lokal sejak 1991.
Koordinator Program KKI-Warsi Riche Rahma Dewita yang dalam keseharian tugasnya ikut terlibat mendampingi masyarakat adat mengatakan masyarakat adat menggunakan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk menjaga kelestarian sumber daya alam serta menjaga identitas etnis mereka dari generasi ke generasi.
"Dalam menjalankan sistem hukum adat dan kearifan lokal untuk mengelola sumber daya alam, masyarakat adat memerlukan jaminan dari negara agar mereka dapat menjalankan aktivitas hariannya dengan tenang," tuturnya.
KKI Warsi telah membantu beberapa desa adat untuk mendapatkan pengakuan dan jaminan dari pemerintah daerah untuk mengelola hutan. Dua diantaranya adalah Desa Guguk dan Marga Serampas yang ada di Desa Rantau Kermas di Kabupaten Merangin, Jambi.
Desa Guguk berjuang agar hutan adat mereka bisa terus dirawat sebagai sumber konservasi air, sedangkan Desa Rantau Kermas ingin terus menjaga hutan adat yang letaknya berdampingan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Riche menuturkan sejak mendapatkan jaminan dari pemerintah lokal dan pemerintah pusat, sampai hari ini pengelolaan hutan adat Desa Guguk selalu terjaga.
Kasus Hutan Adat Rantau Kermas berbeda lagi. Mengingat 13 ha wilayahnya yang berdampingan langsung dengan TNKS, maka masyarakat setempat mampu menahan ekspansi lahan yang dilakukan warga di luar Marga Serampas. Pengelolaan itu dilakukan karena masyarakat menikmati keramahan alam untuk menunjang kehidupan mereka. Itu otomatis membantu menjaga kondisi alamiah TNKS.
Di Desa Rantau Kermas, hutan adat menjaminkan sumber air Sungai Batang Langkup untuk memutar turbin Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) yang mengalirkan listrik murah untuk semua warga.
Di sana, warga sangat peka terhadap segala pihak asing yang ingin masuk, namun terbuka jika inovasi yang dilakukan tetap bisa menjaga kondisi alam. Desa Rantau Kermas juga membutuhkan waktu panjang untuk mendapatkan pengakuan negara.
Oleh karena itu, penting jaminan hukum bagi masyarakat adat untuk melakukan pemanfaatan atas pengelolaan hutan terus menjadi hal yang patut diperjuangkan. Terlebih lagi karena mereka tetap setia dengan perannya untuk menjaga bumi, maka pengakuan yang diberikan negara akan mampu memperkuat masyarakat untuk mengelola hutan.
Baca juga: Jaminan pengelolaan hutan penting bagi masyarakat adat, kata pakar
Baca juga: Wamen ATR akan koordinasi dengani KLHK soal batas hutan adat
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021