Menurut Prasetio, pemerintah bisa mengambil langkah yang sedikit ekstrem tersebut untuk menggencarkan aturan larangan mudik yang bertujuan agar masyarakat tidak bersikeras pulang ke kampung halamannya.
"Untuk mengurangi warga yang nekad mudik, pemerintah bisa dengan cara menutup SPBU. Kalau bahan bakar kendaraan tidak ada, kan warga tidak bisa kemana-mana," kata Prasetio dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum), kata Prasetio, hanya dibuka bagi kendaraan yang mendapat pengecualian seperti yang tertera pada Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadan 1442 Hijriah.
Di antaranya kendaraan logistik, kendaraan pimpinan lembaga tinggi negara, mendaraan dinas operasional berpelat dinas TNI/POLRI, kendaraan dinas operasional petugas jalan tol, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans dan mobil jenazah, kendaraan untuk kesehatan darurat, ibu hamil dan keluarga inti yang akan mendampingi serta lainnya.
"Jadi SPBU nantinya dijaga petugas. Kendaraan pribadi yang tidak mendapat pengecualian, tidak akan dilayani pengisian bahan bakar kendaraan," kata Prasetio.
Baca juga: Pemkot Jaksel antisipasi terminal bayangan saat pelarangan mudik
Selain itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu mendorong ketegasan petugas lapangan di seluruh titik penyekatan yang menurutnya konsistensi petugas dalam menegakkan aturan sangat penting sebagai upaya pencegahan.
"Dengan begitu saya harapkan tidak ada lagi istilahnya negosiasi di jalan. Semua harus tegas dengan sanksi yang telah ditentukan," ungkapnya.
Jika hal itu dilakukan, Pras meyakini masyarakat tidak akan nekad pulang kampung. Kalaupun ada, jumlahnya sangat kecil.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan, meski ada larangan mudik masih ada 11 persen masyarakat yang nekad pulang kampung. Angka tersebut setara dengan 27 juta orang.
Menurut Pras, kepatuhan terhadap larangan mudik menjadi kunci dalam penanganan COVID-19. Ia mengatakan saat ini penyebaran COVID-19 sudah melandai dan sektor ekonomi sedang dalam perbaikan.
"Jangan sampai mudik menyebabkan lonjakan kasus yang berdampak pada terhambatnya pemulihan ekonomi. Kan sudah ada contohnya di negara lain, yang lengah sedikit kasus COVID-19 terus melonjak, akibatnya ekonomi menjadi berantakan. Jangan sampai kejadian seperti di India terjadi di Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Pengetatan mudik, Terminal Kampung Rambutan masih normal
Saat ini, ada pengetatan mudik yang diputuskan oleh Satgas COVID-19 pada 22 April-5 Mei 2021, dan 18-24 Mei 2021, sementara pada 6-17 Mei 2021 akan diberlakukan pelarangan mudik sesuai Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah.
Pada saat periode pengetatan mudik, masyarakat yang bepergian diharuskan memiliki dokumen kesehatan "rapid test", "rapid antigen", dan PCR yang berlaku maksimal 1x24 jam atau hasil negatif Genose C19 sebelum keberangkatan.
Sementara saat pelarangan mudik, selain syarat dokumen kesehatan tersebut, ditambah dengan dokumen izin perjalanan dalam bentuk Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021