"Sementara Pemerintah Provinsi akan mengeluarkan juga perpanjangan status tanggap darurat. Ini menjadi pembelajaran situasi dan kondisi di lapangan, karena ada beberapa kabupaten yang masih berlanjut," ujar Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Sintus Karolus dalam diskusi daring Bencana Hidrometeorologi NTT akibat Siklon Seroja yang dipantau dari Jakarta, Kamis.
Sintus mengatakan permasalahan terkini salah satunya pada penetapan masa tanggap darurat yang berbeda irama antar Kabupaten, Kota dan Provinsi. Meski masa status tanggap darurat diperpanjang, dia menjelaskan ada sejumlah Kabupaten di NTT yang telah masuk masa transisi menuju pemulihan.
Status tanggap darurat di NTT akibat bencana Siklon Seroja terhitung mulai 6 April sampai 5 Mei 2021 atas bencana angin siklon tropis, banjir bandang, tanah longsor, dan gelombang pasang di daerah itu. Status tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan No. 118/KEP/HK/2021 tertanggal 6 April 2021.
Baca juga: 261 KK di Kota Kupang dapat bantuan dana tunggu hunian
Baca juga: Gubernur NTT imbau para bupati segera salurkan dana tunggu hunian
Selain itu, dampak Siklon Seroja yang terjadi pada 3-4 April 2021 lalu begitu kompleks, sehingga menimbulkan angin siklon, angin kencang, banjir, air hujan deras dan lama, longsor, bahkan sebabkan gelombang pasang.
Fenomena alam tersebut menyebabkan lumpuhnya infrastruktur komunikasi serta sarana transportasi di 21 Kabupaten dan menyebabkan sejumlah wilayah terisolir, yang membuat relawan terhambat melakukan respon cepat.
"Permasalahannya, jangkauan akses komunikasi dan sarana transportasi lumpuh ke daerah yang terisolir, menyebabkan respon cepat menjadi terhambat," kata dia.
Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi NTT bersama BPBD juga berupaya mencegah terjadinya kluster COVID-19 antar pengungsi, yaitu meminta mereka tinggal sementara waktu di rumah familinya dengan uang bantuan pemerintah.
Selanjutnya, membentuk kegiatan untuk aparatur sipil negara (ASN) kerja bakti dalam proses pembersihan lokasi, dan di tingkat kelembagaan BPBD juga mempersiapkan Desa Tangguh Bencana (Destana).
Pemulihan sarana pra sarana vital terus berjalan. Dilaporkan progres pemulihan listrik kini 97,5 persen, meski terdapat 99 gardu yang padam dan wilayah Kabupaten Sabu Raijua masih banyak infrastruktur yang harus diperbaiki.
Sementara progres komunikasi TELKOM, jaringan backbone telah mencapai 100 persen. Namun, jaringan yang masih terganggu umumnya di Kota Kupang dan Kabupaten Sabu Raijua.
Selain itu, 738 base transceiver station (BTS) telah pulih dan jangkauan Telkomsel juga 100 persen pulih.
Bencana tersebut juga menimbulkan korban jiwa dan berdampak signifikan terhadap jumlah pengungsi. Sintus menjelaskan hingga kini terdapat 182 jiwa meninggal dunia, 47 jiwa dinyatakan hilang.
Sementara 184 jiwa luka-luka, 84.876 jiwa harus mengungsi. Terdapat 63 titik penampungan di 10 kabupaten/kota, serta menyebabkan kerusakan fasilitas umum sebanyak 3.494 unit.
Di sisi lain, Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan penanggulangan bencana harus dengan upaya spesifik dalam menangani bencana dan pandemi COVID-19.
Raditya mengingatkan perlunya koordinasi lintas kementerian maupun kelembagaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta melibatkan akademisi dan masyarakat, sehingga mengubah penanggulangan bencana menjadi pengurangan risiko bencana sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo.
"Selain itu memperbanyak simulasi dan literasi kebencanaan di tingkat masyarakat. Tantangan kita cukup besar sebagai negara kepulauan," ujar dia.*
Baca juga: BPJS Kesehatan bantu korban badai seroja Nusa Tenggara Timur
Baca juga: Kabupaten Kupang dapat bantuan dana tunggu hunian Rp3 miliar
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021