Kasus yang menjerat Sri Wahyumi kali ini terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Tahun 2014-2017.
"Perkara ini adalah kali kedua SWM ditetapkan sebagai tersangka. Meski secara waktu, perkara kedua ini lebih dulu dilakukan oleh SWM. Pengembangan perkara ini adalah salah satu dari sekian banyak contoh perkara yang berasal dari kegiatan tangkap tangan," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Sebelumnya, lanjut Karyoto, KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan berbagai informasi dan data sehingga telah dipenuhinya bukti permulaan yang cukup.
Baca juga: Eks Bupati Kepulauan Talaud dieksekusi ke Lapas Anak Wanita Tangerang
"Selanjutnya, KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan sejak September 2020 dan menetapkan tersangka SWM sebagai tersangka," ucap dia.
Ia mengatakan selama proses penyidikan kasus dugaan gratifikasi Sri Wahyumi tersebut telah diperiksa 100 saksi dan juga telah disita berbagai dokumen dan barang elektronik yang terkait kasus.
"Perkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan tindak pidana korupsi suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo Tahun 2019 yang menetapkan SWM sebagai tersangka dan saat ini perkaranya telah berkekuatan hukum," kata Karyoto.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Baca juga: Hukuman Sri Wahyumi dikurangi preseden buruk pemberantasan korupsi
Diketahui, Sri Wahyumi baru menghirup udara bebas setelah menjalani masa hukuman terkait kasus suapnya.
Pada 9 Desember 2019, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis terhadap Sri Wahyumi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima berbagai hadiah, termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp491 juta dari pengusaha Bernard Hanafi Kalalo.
Vonis tersebut lebih rendah dibanding dengan tuntutan JPU KPK yang meminta agar Sri Wahyumi divonis 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun di tingkat Peninjauan Kembali (PK), hukuman Sri Wahyumi dikurangi menjadi hanya 2 tahun penjara. Kemudian, ia dieksekusi ke Lapas Anak Wanita Tangerang untuk menjalani pidana penjara selama 2 tahun.
Baca juga: ICW kecam putusan PK MA kurangi hukuman mantan Bupati Kepulauan Talaud
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021