Secara khusus Farhan menyoroti bahwa target ambisius itu diperlukan untuk mencapai tujuan dari Perjanjian Paris untuk mencegah suhu bumi tidak melewati ambang batas 2 derajat Celcius dari angka sebelum masa Revolusi Industri dan mencapai upaya dalam membatasi perubahan temperatur hingga setidaknya 1,5 derajat Celcius.
"Upaya yang dikumpulkan dari komitmen berbagai negara itu diagregatnya itu masih jauh dari harapan," kata Farhan dalam diskusi virtual tentang netralitas karbon Indonesia, dipantau dari Jakarta pada Kamis.
Baca juga: Pegiat lingkungan dorong komitmen tegas terkait net zero emission
Kepala Sekolah Thamrin School of Climate Change and Sustainability itu mengatakan bahwa isu net zero emission itu bukan hanya sekedar kembali ke isu-isu yang sudah dibahas sebelum dalam berbagai pertemuan internasional.
Tapi komitmen tegas diperlukan agar dapat menetapkan target yang ambisius yaitu netralitas karbon dicapai lebih cepat dari 2050.
"Kalau tidak ada komitmen setiap negara itu bisa berbahaya. Karenanya bukan sekedar ini urusan negara berkembang dan maju," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Ari Mochamad sebagai Conutry Manager dari International Council for Local Environmental (ICLEI) Indonesia mengatakan urgensi akan target yang lebih ambisius netralitas karbon harus diketahui publik yang lebih luas.
Hal itu mengingat dampak perubahan iklim yang akan dialami masyarakat secara umum dan menimbulkan diskusi publik, mencegah pengambilan keputusan yang tidak mempertimbangkan potensi ke depan.
"Suara kegalauan ini dapat kalah dengan keputusan cepat para pengambil keputusan karena hanya didasari kepentingan ekonomi jangka pendek," katanya.
Baca juga: Inovasi pengurangan emisi gas rumah kaca bagi mitigasi perubahan iklim
Baca juga: Presiden Jokowi sampaikan 3 pandangan pada KTT Perubahan Iklim
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021