Suka-duka belajar daring saat pandemi COVID-19

2 Mei 2021 23:54 WIB
Suka-duka belajar daring saat pandemi COVID-19
Ilustrasi - Siswa MIN 5 Kota Banda Aceh mengikuti proses belajar secara daring di rumahnya setelah menerima materi pelajaran yang dikirim gurunya melalui Whatsapp grup di Banda Aceh, Rabu (18/3/2020). (FOTO ANTARA/Khalis)

Serta yang lebih tidak kalah pentingnya adalah hampir 20 jam setiap harinya "gadget" selalu berada di depan mata tanpa lepas sedikitpun,  dan hal itu memiliki dampak buruk dalam hal kesehatan mata

Setahun lebih pandemi COVID-19 membayang-bayangi kehidupan manusia di seluruh belahan dunia, termasuk di Indonesia, khususnya di daerah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Akibatnya, hingga saat ini segala sesuatu banyak dilakukan secara digital salah satunya adalah proses belajar mengajar yang kini diterapkan secara daring (online).

Bagi daerah yang memiliki jaringan internet bagus, tentu bukan suatu masalah atau hambatan, hal itu juga berlaku bagi mereka yang telah terbiasa dengan kecanggihan teknologi saat ini.

Lalu bagaimana dengan mereka yang belum terbiasa menggunakan teknologi digital kemudian dituntut agar selalu beradaptasi setiap hari?.

Proses pembelajaran yang dilakukan secara daring di semua satuan pendidikan merupakan kebijakan pemerintah dalam upaya mencegah anak-anak generasi bangsa sehingga tetap aman dari penyebaran COVID-19.

Siswa yang biasanya nengikuti pembelajaran secara formal di sekolah, berhadapan langsung dengan guru, papan tulis menjadi media pembelajaran, kini semua itu terangkum dalam sebuah alat teknologi yang canggih yaitu gawai.

Sebelum adanya pandemi COVID-19, para siswa dilarang untuk membawa telepon pintar di sekolah, sehingga tidak mengganggu proses belajar mengajar, namun kini semua berubah. Para siswa kini justru wajib menggunakan gawai.

Saat ini semua siswa harus bisa menyesuaikan dengan metode pembelajaran baru di tengah pandemi COVID-19.

Selain itu, tentu proses belajar mengajar yang dilakukan di rumah masing-masing juga dinilai kurang efektif salah satunya ketika ada siswa yang tidak memahai atas materi yang disampaikan oleh guru, maka akan kesulitan bertanya apalagi ketika jaringan terganggu atau "kresek-kresek".


Suka-duka

Marissa Safira Dinanti, salah satu siswi Kelas XI SMAN 1 Kota Baubau, Sultra mengaku selama belajar di rumah, ada senang dan susahnya. Namun, ia ingin sekali belajar secara langsung atau tatap muka.

"Iya tentu sangat rindu, karena selama belajar daring dari rumah interaksi kita dengan guru sangat kurang. Kita hanya bisa berinteraksi melalui pesan-pesan di 'handphone' seperti di Whatsapp, Google Classroom, tanpa kita bertemu dan bertatap muka secara langsung," katanya.

Dia mengaku rindu dengan teman sekolahnya, apalagi ketika belajar di kelas ada diskusi. Ia bisa berkomunikasi secara langsung untuk bertukar pikiran.

Ia juga merindukan suasana ketika jam istirahat pergi ke kantin lalu bersenda gurau bersama teman-temanya. Bahkan, ia juga merindukan ekspresi sosok guru yang marah namun mengandung maksud untuk mendidik anak-anak ke arah yang lebih baik.

Selama melakukan pembelajaran dari rumah, ia memiliki kisah tersendiri, baik senang maupun susah. Dari sisi senangnya, Marissa bersyukur belajar di rumah karena bisa terhindar dari penularan COVID-19 walaupun tetap menerapkan protokol kesehatan.

Namun, susahnya, berupa ruang geraknya bersama teman-temannya yang terbatas, seperti ketika praktik harus membuat video mandiri di rumah dengan fasilitas yang terbatas.

Apalagi, ketika dirinya sedang belajar daring tiba-tiba listrik mati dan jaringan internet tidak stabil. Tentu hal itu menjadi penghalang dalam proses belajar mengajar, sedangkan materi pembelajaran hanya dikirimkan melalui video.

Ia berharap dan berdoa pandemi COVD-19 segera berakhir agar proses belajar mengajar dapat kembali dilakukan secara tatap muka.

Senada dengan yang dirasakan Marrisa, maka Berliana Shabita Mahzun, siswi Kelas X SMA 4 Kendari bercerita bahwa selama belajar daring di rumah juga memiliki sisi positif dan negatif.

Dari sisi negatifnya, ia merasa sangat bosan ketika belajar dari rumah karena hanya memerhatikan layar kaca gawai bahkan dirinya menjadi kesal karena hanya menjadi pendengar saja.

"Pastinya bosan banget, pada saat belajar yang kami perhatikan cuma layar kaca atau mungkin malah hanya jadi pendengar saja selama proses belajar mengajar berlangsung," katanya.

Ia sangat kesal karena tidak ada interaksi langsung dengan warga sekolah, terutama teman-temannya yang bakal jadi kenangan jika lulus nanti, bilamana proses belajar mengajar terus dilakukan secara daring.

Termasuk baju sekolah yang ia beli, menurutnya, hanya menjadi kawan lemari sampai saat ini.

Berliana yang baru duduk di bangku kelas X mengaku sangat menginginkan mengenakan seragam sekolah yang ia beli, yang menunjukkan bahwa benar-benar telah tamat dari tingkat SMP.

Ia juga mengaku belum bertemu langsung dengan teman-teman kelas termasuk guru-gurunya karena semenjak menjadi siswa di sekolah itu sudah dilakukan pembelajaran secara daring akibat pandemi.

"Dan paling di sisi negatif adalah pembelajaran yang diberikan oleh tenaga pendidik, yakni guru tidak efektif dan optimal, beberapa alasannya seperti jaringan guru maupun murid yang terganggu sehingga beberapa guru hanya memberikan video pembelajaran dari Youtube," katanya.

Menurutnya, kondisi tersebut membuat siswa merasa lebih susah lagi karena jika ada hal yang tidak dipahami dan ketika menanyakan hal tersebut kepada pengajar dari Youtube harus menunggu lama agar terjawab

"Serta yang lebih tidak kalah pentingnya adalah hampir 20 jam setiap harinya 'gadget' selalu berada di depan mata tanpa lepas sedikitpun,  dan hal itu memiliki dampak buruk dalam hal kesehatan mata," katanya.

Namun dari sisi positif, menurut dia, pembelajaran daring juga menghemat ekonomi karena Kemendikbud juga sudah memberi kuota gratis internet untuk belajar sehingga uang jajannya dapat ia tabung.

Kemudian lebih teratur dalam mengatur waktu seperti jadwal akademik, organisasi, termasuk waktu bersama keluarga, dan waktu luang tentu lebih banyak sehingga ada banyak kreatifitas dan ide juga waktu untuk diri sendiri.

Ia sangat menginginkan mengikuti proses belajar mengajar tatap muka, karena selain dari sisi akademik, ada beberapa hal yang memotivasi ke sekolah seperti mempelajari sifat teman-temannya, memberikan kejutan kepada teman termasuk saat ulang tahun yang bekerjasama dengan guru, dihukum bersama hingga menonton siswa laki-laki dalam lomba sepak bola mini (futsal).

Ke depannya, ia berharap dari segi pembelajaran dapat dilakukan secara tatap muka sehingga para siswa dapat berkreasi, berinovasi, dan berkontribusi besar serta berpreatasi sesuai minat dan bakat mereka masing-masing.

Peran guru

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara Asrun Lio mengatakan guru harus inovatif dalam mengajar siswanya di tengah pandemi.

"Guru harus bisa memilih metode dan teknik pembelajaran yang tepat dalam situasi pandemi COVID-19 ini," katanya.

Ia menekankan guru bisa berinovasi dengan menciptakan metode pembelajaran yang nyaman dan tidak menekan para siswa, tetapi materi yang disampaikan bisa dipahami para siswa.

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2021 bisa menjadi momentum meningkatkan standar mutu pelayanan satuan pendidikan sebagai upaya menciptakan generasi bangsa yang unggul.

Guru atau tenaga kependidikan di daerah tersebut juga harus bisa beradaptasi dengan kondisi pembelajaran di tengah pandemi dengan memanfaatkan teknologi digital.

Saat ini, guru ditekankan tidak lagi mengandalkan proses belajar secara tradisional dan konvensional, tetapi proses belajar harus sesuai dengan kondisi.

"Dan kalau sudah memungkinkan kita belajar tatap muka tentu akan berbeda lagi teknik pembelajarannya," katanya.

Proses belajar mengajar dipastikan tidak efektif oleh situasi ini sehingga perlu dilakukan evaluasi evaluasi secara menyeluruh yang dilakukan oleh para pengawas sekolah, dan juga daerah-daerah yang melakukan evaluasi secara online dan melaporkan ke dinas maupun langsung di pusat.

Berdasarkan evaluasi itu, jika pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka maka akan berdampak secara psikologis terhadap perkembangan anak-anak peserta didik.

"Memang teknologi sudah canggih tetapi peran dari guru itu masih belum bisa tergantikan, masih belum ada acara kita bagaimana menggantikan posisi guru ini, karena guru itu bukan hanya memberikan materi pelajaran tetapi secara psikis bersentuhan langsung dengan anak didik dan lingkungan belajar," kata Asrun.

Meskipun demikian, ia menyampaikan pembelajaran secara daring dilakukan oleh pemerintah guna melindungi para generasi bangsa dari pandemi COVID-19, karena keselamatan dan kesehatan anak itu adalah yang paling utama.

Tentu, jika semua guru telah menjalani vaksinasi COVID-19, maka proses pembelajaran akan dilakukan pada awal ajaran baru pada Juli 2021 mendatang.

Pada gilirannya, dengan kondisi kesehatan yang baik, maka pembelajaran tatap muka, secara bertahap bisa dilakukan, dan duka dalam proses pendidikan bisa diminimalisasi, dan yang terwujud adalah suka, yang diiingankan peserta didik.


Baca juga: Kemenkes: gawai tingkatkan gangguan visus mata anak

Baca juga: Eks Mendikbud: "learning loss" perparah kemiskinan pendidikan

Baca juga: Waspadai gangguan penglihatan gegara radiasi gadget di era pandemi

Baca juga: Guru lakukan inovasi atasi kebosanan siswa saat pandemi COVID-19

Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021