Direktur Eksekutif Walhi Aceh Muhammad Nur di Banda Aceh, Senin, mengatakan pembatalan kerja sama ini karena ada perjanjian yang dilanggar, sehingga tidak berjalan sesuai yang diharapkan.
"Perjanjian yang dilanggar tersebut adanya pembangunan jalan. Pembangunan jalan ini membuka akses ke kawasan hutan dan berpotensi terjadinya penebangan ilegal," kata Muhammad Nur.
Baca juga: BRGM terus sosialisasi di tingkat tapak pencegahan karhutla
Muhammad Nur mengatakan Pemerintah Aceh melalui Dinas Kehutanan pada 2015 melakukan kerja sama dengan masyarakat mengenai restorasi hutan lindung yang sebelumnya rusak karena dirambah di Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang.
Dalam perjanjian kerja sama tersebut, kata Muhammad Nur, Pemerintah Aceh memberikan akses kepada masyarakat melakukan perbaikan kawasan hutan dengan menanami tanaman kehutanan.
"Selain itu, masyarakat juga diberikan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan lindung tersebut. Tapi, temuan Walhi di lapangan ada pembangunan jalan. Dan ini tentu melanggar perjanjian," kata Muhammad Nur.
Baca juga: Seruan restorasi hutan bagi kesehatan dan kesejahteraan
Selain itu, kata Muhammad Nur, tanaman sawit di kawasan hutan tersebut yang seharusnya ditebang semua, tetapi kenyataannya hanya sebagian. Padahal, perjanjian kerja sama menanami dengan tanaman kehutanan, baik kayu maupun nonkayu.
"Oleh karena itu, kami meminta Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Aceh segera membatalkan dan mencabut surat perjanjian kerja sama restorasi kawasan hutan bekas perambahan karena kenyataannya di lapangan tidak sesuai," kata Muhammad Nur.
Baca juga: CDP: Komitmen swasta untuk restorasi hutan masih kurang
Baca juga: Deputi BRG: Waspadai kebakaran hutan di tengah pandemi COVID-19
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021