"Saya menyakini saat ini jurnalisme tidak bisa lagi sendirian. Oleh karena itu harus bergandengan erat dengan lembaga lain," kata dia pada diskusi dengan tema "tantangan jurnalisme di tengah disrupsi 4.0 dan kemunduran demokrasi" secara virtual di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan ancaman dari kesemerawutan informasi yang terjadi di Tanah Air bisa saja diakibatkan oleh aggregator-aggregator raksasa atau pembaca umpan.
Jurnalisme sebagai salah satu elemen yang merekam berbagai kejadian dan membuat informasi menjadi jernih dihadapkan dengan marak atau melimpahnya informasi.
"Jadi siapa saja bisa membuat, dan mesin-mesin raksasa aggregator mencoba mengirimkan sedemikian rupa yang terkadang tidak disadari oleh si pembuat," ujar dia.
Sementara itu, Pemred Tempo Wahyu Dhyatmika mengatakan di balik disrupsi media juga terdapat banyak hal positif yang bisa dilakukan oleh media massa di antaranya menyangkut teknik pemberitaan.
Dengan kemajuan zaman aspek audio visual, grafis dan interaktivitas bisa lebih dioptimalkan.
Baca juga: Parni Hadi: media efektif berantas korupsi
Baca juga: Guru besar Undip: Demokrasi di Indonesia mulai alami resesi
"Ini bisa membuat atau menyampaikan isu lebih luas dan menarik serta menjangkau lebih banyak segmen," katanya.
Kemudian dampak positif lainnya yakni pembaca tidak lagi menjadi konsep yang abstrak namun konkret dan partisipatif. Sebab, sebelum disrupsi media terjadi sebuah berita dibuat dan didistribusikan ke masyarakat tanpa ada umpan balik.
Namun, saat ini dengan kemajuan zaman ada sebuah tanggapan dari pembaca serta isu-isu yang bisa dikembangkan setelah adanya respon dari berita awal.
Terakhir, dampak positif kemajuan teknologi juga berpengaruh pada model bisnis lebih bervariasi dan kepemilikan media juga lebih beragam.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021