• Beranda
  • Berita
  • Kerjasama dari hulu ke hilir demi cegah stunting

Kerjasama dari hulu ke hilir demi cegah stunting

4 Mei 2021 15:51 WIB
Kerjasama dari hulu ke hilir demi cegah stunting
Ilustrasi, Stunting
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Prenagen dan KlikDokter berkolaborasi bersama untuk menurunkan angka stunting di Indonesia lewat kegiatan edukasi daring dan luring, pilot project studi observasional dan program intervensi gizi. 

Kolaborasi semua pihak dari hulu ke hilir demi mencegah stunting di Tanah Air penting, kata Group Business Unit Head Woman Nutrition KALBE Nutritionals Sinteisa Sunarjo.

“Mengingat kompleksitas masalah stunting di Indonesia, dibutuhkan sinergi semua pihak untuk mengatasi stunting. Terkait fakta kasus stunting tersebut, Prenagen bersama-sama dengan Klikdokter ingin berkontribusi dan mendukung pemerintah melalui kerja sama dengan BKKBN," kata Sinteisa dalam konferensi pers, Selasa.

Ketiga pihak ini menjalin kemitraan strategis untuk mempercepat upaya penurunan angka kasus stunting lewat edukasi via media digital dari ketiga pihak, baik laman resmi, media sosial. Edukasi juga akan disampaikan dalam bentuk poster di klinik kesehatan.

Pada periode April 2021 hingga Januari 2022, ketiga pihak ini akan menggalakkan edukasi secara daring, juga webinar untuk bidan dan masyarakat umum, video edukasi di klinik, serta pilot project berupa program intervensi gizi stunting di Kota Madiun dan Kabupaten Sleman.

“Salah satu aspek penting yang akan dijalankan melalui program 'Smart Sharing' ini adalah rencana melakukan studi observasional dan program intervensi gizi terhadap para ibu hamil, ibu menyusui dan bayi dengan memberikan asupan gizi yang baik, sebagai bagian dari upaya penanggulangan stunting berupa penelitian mendalam terhadap tiga kelompok pengujian yaitu ibu hamil dengan usia kandungan 4 - 6 bulan, ibu menyusui bayi usia 0 – 3 bulan, dan bayi usia 6 – 9 bulan,” jelas Sinteisa.

Baca juga: Arumi Bachsin: Cegah stunting dengan edukasi gizi sejak remaja

Baca juga: UNICEF: Makanan tidak sehat telah dikenalkan pada anak usia 6-23 bulan


Studi observasional dan program intervensi gizi ini bertujuan membantu memberikan asupan bernutrisi kepada ibu yang sedang hamil, ibu menyusui, dan bayi usia 6-9 bulan dan mengukur seberapa efektif pengaruhnya terhadap kesehatan ibu dan perkembangan janinnya, serta tumbuh kembang bayi.

Pilot project studi observasional dan intervensi gizi untuk mencegah stunting telah diluncurkan secara simbolis oleh Kepala BKKBN Dr. (HC), dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) bersama KALBE Nutritionals dan Klikdokter di Godean, Kabupaten Sleman pada 12 April 2021 lalu, disaksikan Deputi Bidang Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani, dan Kepala Dinas P3AP2KB Sleman Mafilindati Nurani.

Selanjutnya, studi observasional dan program intervensi gizi ini akan berlangsung hingga Januari 2022, di Kabupaten Sleman dan Kota Madiun.

Direktur Klikdokter Bonny Mateus Anom juga menyatakan siap mendukung program ini melalui platform digital kesehatan yang berkomitmen memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat. Klikdokter menggunakan sarana aplikasi KlikKB sebagai hub atau pusat komunikasi yang digunakan program ini.

KlikKB merupakan aplikasi terkait perencanaan kehamilan, hamil, tumbuh kembang anak, penggunaan kontrasepsi, dan konsultasi gratis dengan bidan-bidan secara online. Aplikasi ini dilengkapi dengan fitur untuk para bidan, ibu hamil, dan ibu dengan batita. Semua fitur yang ada disediakan guna mengontrol kondisi janin dan nutrisi anak untuk membantu meminimalisasi risiko stunting.

“Program ini sangatlah penting karena edukasi perlu dilakukan secara massive kepada sebanyak mungkin perempuan di Indonesia. Edukasi yang akan diberikan antara lain mengenai pentingnya pengetahuan seputar masa persiapan, masa hamil dan masa menyusui, serta edukasi tentang nutrisi yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya stunting, kematian ibu melahirkan, dan kematian bayi," jelas Bonny.

Jumlah kasus stunting di Indonesia per tahun 2019 mencapai 27,67 persen, ini patut jadi perhatian karena angkanya lebih tinggi dari toleransi maksimal stunting yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia, yakni kurang dari 20 persen. Meski demikian, dalam lima tahun terakhir angka stunting di Indonesia telah membaik dan pemerintah menargetkan pada 2024 kasus stunting turun hingga di angka 14 persen.

Kondisi stunting atau gagal tumbuh pada anak sangat terkait dengan gizi penduduk yang buruk dalam periode cukup panjang. Tanpa penanganan serius akan semakin banyak penduduk yang dewasa dan menua dengan perkembangan kemampuan kognitif yang lambat, mudah sakit dan kurang produktif.

Masa 1.000 hari pertama atau sekitar tiga tahun kehidupan sejak masih dalam kandungan, merupakan masa penting pembangunan ketahanan gizi. Lewat dari 1.000 hari, dampak buruk kekurangan gizi akan sulit diobati. Kekurangan gizi pada ibu hamil juga bisa memicu stunting.

Penyebab tingginya angka stunting di Indonesia dikarenakan sebagian kelahiran bayi di Indonesia sudah dalam kondisi kekurangan nutrisi, lalu dibesarkan juga kurang zat gizi. Adapun faktor yang menyebabkan stunting, bisa berasal dari faktor eksternal seperti buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan, serta faktor internal yaitu kekurangan gizi kronis yang bisa menyebabkan abortus, anemia pada bayi baru lahir, bayi dengan berat badan lahir rendah, cacat bawaan, hingga kematian. Kekurangan gizi kronis pada anak akan menimbulkan persoalan serius dalam pembangunan sumber daya manusia di masa depan.

Baca juga: Pentingnya asam amino esensial untuk tumbuh kembang anak

Baca juga: Tortea, inovasi IPB cegah stunting

Baca juga: Kurang asupan gizi sebabkan stunting hingga lemahkan otak

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021