Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai kasus dugaan peretasan yang dialami sejumlah anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan pimpinan KPK beberapa waktu lalu sebaiknya dilaporkan kepada kepolisian agar diusut dan pelakunya ditangkap.
"Polri memiliki unit kejahatan siber atau 'cyber crime', ya nanti diusut kalau memang ada pidananya ditangkap para pelakunya," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Polri tindaklanjuti peretasan dialami aktivis ICW
Dia mengatakan banyak pihak yang diretas nomor telepon tanpa ada unsur politis. Habiburokhman mencontohkan stafnya beberapa kali nomor teleponnya diretas pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Jadi (kasus penyadapan yang dialami aktivisi dan mantan pimpinan KPK) jangan terburu-buru dianggap sebagai motif politis," ujarnya.
Namun politisi Partai Gerindra itu menilai kejadian peretasan meresahkan karena bisa dialami siapa pun sehingga para pelakunya harus ditangkap.
Sebelumnya, sejumlah Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW), aktivis LBH Jakarta, serta mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto dilaporkan mengalami peretasan pada Senin (17/5).
Peretasan tersebut diduga terkait dengan Konferensi Pers mengenai "Menelisik Pelemahan KPK melalui Pemberhentian 75 Pegawai".
Baca juga: Sahroni minta Polri ungkap pelaku teror siber terhadap para aktivis
Para aktivis mengakui bahwa mereka mendapat teror dan mengalami peretasan baik nomor Whatsapp, email, media sosial, hingga teror menggunakan nomor telepon yang tidak dikenal.
Dalam perkembangannya, Polri memberikan atensi terhadap perentasan yang dialami sejumlah anggota ICW dan mantan pimpinan KPK dan segera menindaklanjuti secara hukum apabila telah mendapatkan bukti awal yang cukup.
"Secara umum Polri pasti menindaklanjuti sesuatu yang menjadi atensi di masyarakat tidak mungkin membiarkan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Rabu (19/5).
Baca juga: Polri: peretas situs Australia belum tentu orang Indonesia
Ramadhan mengatakan untuk membuat sebuah kejadian itu menjadi sebuah perkara, Polri membutuhkan bukti awal yang cukup untuk ditindaklanjuti.
"Bukti awal yang cukup bisa jadi masyarakat bisa membantu, memberikan bukti-buktinya kepada Polri, itu bisa, namanya itu peran masyarakat," kata Ramadhan.
Polri menjamin masyarakat yang berpatisipasi membantu mengungkap tindak pidana dilindungi dalam undang-undang perlindungan saksi. Seperti identitas terlindungi.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021