Komisi II tekankan urgensi revisi UU Adminduk

20 Mei 2021 18:09 WIB
Komisi II tekankan urgensi revisi UU Adminduk
Seorang warga binaan menjalani perekaman KTP elektronik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/4/2021). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww./aa.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim menekankan urgensi revisi UU nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) khususnya agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyusun peta jalan menata data base kependudukan yang terintegrasi, sistematis, dan memiliki data objektif.

"Kemendagri perlu menyusun 'roadmap' dalam menata database kependudukan yang terintegrasi, sistematis, dan mempunyai data yang objektif di lapangan khususnya untuk kebutuhan data pemilih dalam menghadapi pemilu serentak 2024," kata Luqman di Jakarta, Kamis.

Hal itu dikatakan Luqman terkait salah satu rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Adminduk yang diputuskan dalam Rapat Panja Adminduk yang dipimpinnya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan, Panja Adminduk mengambil beberapa kesimpulan antara lain, pertama, database kependudukan belum terkonsolidasi dan terintegrasi dengan baik sehingga menjadi akar masalah dalam kusutnya pemenuhan hak sipil dan politik masyarakat.

Baca juga: DPR: Harkitnas momentum bangun optimisme bangsa Indonesia

Kedua menurut dia, lamanya pembuatan KTP Elektronik karena ketidaksediaan blanko, perekaman biometrik maupun pencetakannya yang lambat masih sering terjadi di lapangan.

"Proses KTP El yang lambat juga berdampak pada pemutakhiran data pemilih. Ketiga, perlunya komitmen dukcapil untuk mendorong pemanfaatan 'card reader' KTP El di semua layanan yang memerlukan data kependudukan sehingga tidak memerlukan foto copy KTP El lagi," ujarnya.

Keempat menurut dia, dalam situasi pandemi, pemahaman masyarakat akan pelayanan admindukcapil berbasis daring yang kurang sehingga masyarakat masih sering datang mengantri ke kantor Dukcapil.

Dia menjelaskan, kelima, hasil pelayanan adminduk di kabupaten/kota terkonsolidasi secara otomatis ke database nasional, namun tingginya transaksi pengiriman data dari kabupaten/kota se-Indonesia ke database nasional kadang menyebabkan sebagian kecil data tidak terkirim atau terperbaharui.

"Untuk menyinkronkan ke database nasional, petugas dukcapil kabupaten/kota harus melakukan konsolidasi manual terhadap data penduduk yang perlu penyesuaian," katanya.

Politisi PKB itu menjelaskan, kesimpulan keenam, masih terdapat hal-hal yang menghambat pelayanan data kependudukan antara lain terdapat data yang berbeda antara dokumen kependudukan seperti perbedaan nama pada KTP, Kartu Keluarga (KK) dengan buku nikah dan ijazah.

Baca juga: Puan: RAPBN 2022 harus antisipasi ketidakpastian pandemi

"Sehingga menunda penyelesaian pelayanan, yang mana akar masalahnya antara lain rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengurus secara langsung dokumen kependudukannya pada peristiwa kependudukaannya seperti kelahiran, kematian, perpindahan penduduk, perkawinan," ujarnya.

Kesimpulan ketujuh menurut dia, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) petugas pelayanan adminduk yang masih belum merata.

Menurut Luqman, terkait berbagai kesimpulan tersebut, Komisi II DPR merekomendasi beberapa poin, antara lain revisi UU Adminduk salah satu poin pentingnya penekanan pada kepatuhan masyarakat dalam melaporkan peristiwa kependudukan.

"Optimalisasi penggunaan Kartu Identitas Anak (KIA) agar masyarakat mudah mengakses pelayanan publik," katanya.

Selain itu menurut dia, perlu pengembangan anjungan dukcapil mandiri di seluruh kabupaten/kota di Indonesia dan peningkatan layanan akses kependudukan dan catatan sipil di daerah.

Langkah itu menurut Luqman dapat dilakukan melalui sistem "jemput bola" dengan memberdayakan perangkat pemerintahan desa/kelurahan dan RT/RW setempat.


Baca juga: Komisi I DPR menetapkan lima nama calon anggota Dewas LPP RRI

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021