Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Indonesia dan Uzbekistan berpeluang meningkatkan kerja sama ekonomi dan memperdalam struktur manufaktur lewat investasi, termasuk dalam industri pupuk.Kami mendorong terjadinya kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dan Uzbekistan, misalnya di sektor industri pupuk. Upaya ini diharapkan dapat mendongkrak daya saing
“Kami mendorong terjadinya kolaborasi antara pelaku industri Indonesia dan Uzbekistan, misalnya di sektor industri pupuk. Upaya ini diharapkan dapat mendongkrak daya saing,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam di Jakarta, Senin.
Pihaknya beberapa waktu lalu mendampingi Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan sejumlah anggota dewan melakukan muhibah ke negara yang dikenal sebagai Negeri Para Imam itu.
“Ada peluang kerja sama ekonomi yang lebih baik antara Indonesia dengan Uzbekistan, sehingga bisa memacu neraca perdagangan kedua negara,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Uzbekistan menjadi salah satu negara mitra penting bagi Indonesia. Lokasi Uzbekistan di Asia Tengah ini dinilai strategis dengan berada di jalur sutera perdagangan. Selain itu, Uzbekistan sedang mengalami perkembangan ekonomi yang cukup pesat.
Khayam menyampaikan delegasi Indonesia melihat peluang Uzbekistan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri pupuk di tanah air. Salah satu material utama yang selama ini dibutuhkan Indonesia untuk memproduksi pupuk, yakni kalium klorida (KCl).
Selain sebagai bahan baku pupuk, penggunaan KCl juga untuk bahan penolong di industri makanan, minuman, dan medis. Indonesia bukan merupakan negara produsen KCl. Selama ini kebutuhannya dipasok dari Rusia, Kanada, dan Laos.
“Ke depan kita bisa ambil bahan tersebut dari Uzbekistan atau kita berupaya untuk menarik investasi mereka ke Indonesia,” ungkapnya. Uzbekistan memiliki pabrik NPK Samarkand, dengan kapasitas 250.000 ton per tahun. Seluruh bahan baku NPK berasal dari lokal dengan harga gas di Uzbekistan sekitar 2,2 dolar AS per MMBTU.
“Di samping itu ada Uz-Potash (industri KCl), dengan kapasitas sebesar 600.000 ton,” ujar Khayam.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, produk KCl Uzbekistan berwarna merah muda dengan ukuran lebih besar.
KCl asal Uzbekistan telah diketahui oleh industri pupuk di Indonesia seperti PT Pupuk Indonesia (Persero) dan PT Sentana Adidaya Pratama.
Selain potensi kerja sama di industri pupuk, Rachmat Gobel yang menjadi Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) ini mengatakan bahwa ada peluang di sektor industri agro. Uzbekistan membutuhkan buah-buah tropis, seperti pisang, buah naga, alpukat, dan kopi untuk konsumsi warganya maupun untuk mendukung industrinya
“Karena itu, saya mau mendorong agar ada sister city antara kota di Uzbekistan dengan daerah-daerah di Indonesia penghasil buah-buah tropis ini,” tuturnya.
Dia mencontohkan Kabupaten Lumajang yang merupakan daerah penghasil pisang di Jawa Timur bisa dicarikan daerah di Uzbekistan untuk dijadikan kota kembar.
“Daerah dan kota-kota lain penghasil buah naga dan kopi, bisa juga melakukan hal yang sama,” ujarnya.
Baca juga: Kemiripan sosial budaya jadi penguat hubungan Indonesia-Uzbekistan
Baca juga: Tahap baru hubungan persahabatan Indonesia-Uzbekistan
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021