"Go-digital" keharusan bagi UMKM

26 Mei 2021 15:54 WIB
"Go-digital" keharusan bagi UMKM
Dokumentasi - Peserta mencoba memotret produk miliknya saat acara UMKM Jogja Go Digital di Sleman, DI Yogyakarta. ANTARA/Hendra Nurdiyansyah/ama/aa.
Go-digital atau merambah pasar digital sudah menjadi keharusan bagi Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM), terlebih di tengah pandemi COVID-19, seperti sekarang ini agar bisa tetap bertahan.

Meskipun sudah memiliki keunikan dan pasar tersendiri, selama pandemi berlangsung, transaksi offline tidak akan bisa lancar seperti sedia kala (sebelum pandemi), kata Ketua Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun. 

"Masalahnya teman-teman di daerah tidak banyak yang mengerti soal digitalisasi. Asosiasi juga rajin buat pelatihan, tapi tidak bisa menjangkau semuanya. Selain pemerintah, kalau ada perusahaan digital swasta yang bisa bantu tentu akan lebih baik," katanya dalam pernyataan pers, dikutip Rabu.

Di sisi lain, pandemi juga dinilai sebagai momentum bagi UMKM di Indonesia untuk tumbuh di tengah gelombang pemutusan hubungan kerja sektor formal

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan pandemi akan membuat adanya gelombang UKM baru yang bermunculan karena banyak pekerja dari sektor formal yang terkena PHK.

Baca juga: Menteri Bahlil ajak jadikan Harkitnas sebagai kebangkitan investasi

Baca juga: Kolaborasi Gojek-Tokopedia diyakini akan permudah UMKM Go Digital


Momen ini bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan ekosistem kewirausahaan nasional. Pelaku UKM juga perlu mempersiapkan bisnisnya secara serius dengan berbagai persiapan, kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira.

"Pendampingan dan pendanaan sangat diperlukan kehadirannya. Begitu juga digitalisasi yang memberi nilai tambah bagi UKM yang sangat positif," kata Bhima.

Pandemi memang merupakan pukulan berat bagi dunia usaha, tapi bagi pelaku UMKM yang kreatif dan adaptif terhadap dunia digital bakal mempunyai daya tahan yang lebih baik, sebagaimana dialami Ruth Nathalia, COO Pempek Rama yang sudah beroperasi 33 tahun di Kota Bandung.

"Pada awal pandemi tahun lalu, omzet sempat turun. Untungnya, beberapa bulan sebelum pandemi, kami sudah mulai lakukan adaptasi digital, dengan menerima pesanan via online, promosi sosial media, endorse influencer, dan lainnya. Semua kami lakukan karena kami paham kalau hanya mengandalkan cara lama, bisa tenggelam," katanya.

Ruth berpikir, logikanya, para pelanggan Pempek Rama tetap ada, mereka hanya tidak bisa pergi untuk santap langsung. Pemikiran ini membuatnya makin mantap transformasi bisnis ke digital.

Namun, go-digital ternyata tidak sebatas promosi di media sosial. Perlu banyak strategi yang dipersiapkan agar hasil go-digital bisa sesuai harapan.

“Kami merasakan sendiri manfaat digitalisasi selain bisa tetap menjaga pelanggan lama, kami juga bisa ekspansi ke pelanggan baru secara signifikan," jelas Ruth.

"Sebetulnya dalam digitalisasi itu yang paling vital adalah pada pengelolaan pencatatan transaksi, ya. Itu mengapa keberadaan aplikasi seperti Qasir ini sangat dibutuhkan. Terlebih di era sekarang ini, saat orang lebih berhitung dalam pengeluaran operasionalnya,” kata Ruth.

CEO Qasir Michael Williem mengatakan kisah sukses Pempek Rama yang bisa bertahan bahkan melakukan ekspansi di era pandemi COVID-19 sangat bisa ditiru banyak usahawan lainnya, kuncinya mau beradaptasi dan membuka diri untuk berinovasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya.

Michael mengatakan channel berdagang digital memang bisa membuka pintu peluang usaha bagi siapa pun. Kesadaran akan pentingnya go-digital juga sudah mulai marak dilakukan para pelaku UMKM baik pemain lama ataupun pemain baru yang mencoba peruntungan berusaha di tengah pandemi.

Hal tersebut terlihat dari jumlah pengguna Qasir yang meningkat hingga lima kali lipat selama periode awal pandemi hingga saat ini dengan transaksi tercatat yang sebelumnya hanya di sekitar Rp200 miliar menjadi lebih dari Rp1 triliun.

Hingga kuartal pertama 2021, merchant Qasir didominasi oleh 76 persen usahawan di sektor kuliner, 16 persen pengusaha fashion dan sekitar 8 persen di bisnis salon dan kecantikan. Adapun lokasi terbanyak usahawan Qasir terbesar saat ini di area Jawa Barat 31 persen, Jawa Timur 26 persen, dan 21 persen masing-masing di area Jabodetabek dan Jawa Tengah.

Baca juga: Bukalapak bantu ketahanan bisnis warteg lewat literasi digital

Baca juga: Kominfo sebut UMKM perlu tumbuhkan kesadaran literasi digital

Baca juga: Airlangga: Go-digital dan go-legal optimalkan produktivitas UMKM

 

Pewarta: Suryanto
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021