Para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) penenun dan pengrajin di Pulau Bali terus berkarya dan turut merawat serta melestarikan budaya tradisional yang terkandung di dalam filosofi "Wastra Nusantara".Produk UMKM pengrajin dan penenun tersebut dipentaskan dalam pertunjukan fesyen teatrikal oleh talenta-talenta penari, teater, dan model
Komunitas Perempuan Pelestari Budaya Indonesia (PPBI) mengagas ide pertunjukan kolaborasi di Barong Tanah Kilap-Sari Wisata Budaya Kota Denpasar, Provinsi Bali dengan mengadopsi kain dikemas ke dalam sebuah pertunjukan fesyen teatrikal dan menjadi inisiatif yang memperluas dampak adopsi dengan melibatkan seniman, penari, komunitas teater, model dan fesyen desain Bali untuk bersama-sama tampil dan berkarya.
"Adopsi ini, menjadi salah satu upaya PPBI dalam menjembatani UMKM penenun dan pengrajin untuk terus berkarya. Setiap tahunnya, tema adopsi kain dilakukan PPBI berbeda-beda," kata Ketua Komunitas PPBI Pusat, Diah Kusuma Wijayanthi, di Denpasar, Minggu.
Ia menjelaskan PPBI menggunakan kata adopsi, dengan maksud untuk tidak hanya membeli kain dari UMKM pengrajin dan penenun, namun juga turut merawat dan melestarikan budaya tradisional yang terkandung di dalam filosofi "Wastra Nusantara".
PPBI merupakan sebuah komunitas sosial yang bertujuan sebagai jembatan pelestarian budaya, melalui dukungan kepada UMKM pengrajin dan penenun kain tradisional di seluruh wilayah di Indonesia. Dimana, setiap tahunnya PPBI mempunya tiga agenda wajib untuk mengadopsi wastra Nusantara dari berbagai wilayah di Indonesia, yaitu pada Hari Kartini (21 April), Hari Ibu (22 Desember) dan hari ulang tahun PPBI yang pada 18 November.
Tahun pertama
Kelahiran pertama PPBI pada 2018, kata Diah Kusuma, tema adopsinya mengangkat tenun Sumba. Tahun kedua (2019) mengangkat kain batik Jawa Tengah dan tahun ketiga (2020), PPBI memilih tema “Terpana Jembrana” dengan mengadopsi tenun songket dari Jembrana, Bali bagian barat.
"Ini menjadi tahun spesial bagi komunitas PPBI, karena untuk pertama kalinya memperluas keanggotaannya di tiga wilayah berbeda, yaitu Bali, London dan Jerman. Tujuan perluasan keanggotaan ini tak lain adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya melestarikan budaya Indonesia dimana pun kita berada," katanya.
Hingga saat ini, jumlah anggota PPBI sebanyak 60 orang dengan pusat pergerakan di Jakarta, Indonesia. Melihat kondisi pandemi yang sangat berdampak pada ekonomi di Bali, PPBI Bali berinisiatif untuk memberikan ruang lebih bagi UMKM Bali untuk berkarya.
Menurut Auditya Sari selaku Ketua PPBI Bali dalam semangat Hari Kebangkitan Nasional, ide pertunjukan ini semakin matang dengan kolaborasi berbagai pihak secara gotong royong.
"PPBI bersama dengan Bali Fashion Culture l dan ISI Denpasar, mulai memetakan pihak yang dapat bergerak bersama dalam satu visi, termasuk tim dari Barong Tanah Kilap sebagai pemerhati dan praktisi budaya di Bali," ucap wanita yang disapa Tya itu.
Hingga terbentuklah sebuah pertunjukan kolaboratif yang melibatkan total 53 pemain yang terdiri dari seniman, penari, komunitas teater, komunitas budaya dan anak muda, model dan fasyen desain yang berasal dari 25 institusi di Bali.
"Pertunjukan ini juga didukung oleh pihak-pihak lain yang peduli dan turut serta dalam gotong royong pendanaan, baik individu maupun kelompok. Tidak selamanya tentang dana, pertunjukan ini adalah bukti nyata apabila kita bersatu dan memberikan sesuatu sesuai dengan kapasitas yang kita miliki, maka uang bukanlah sebuah alasan untuk membatasi sebuah karya," katanya.
Lebih lanjut dikatakan Diah, kegiatan ini didukung FIX Indonesia berupa harga promo satu set alat produksi termasuk lighting, sound dan hybrid system. Garuda Indonesia menjadi mitra dalam efisiensi biaya kedatangan PPBI Jakarta ke Bali. Brew Me menyediakan sponsorship berupa "goodie bag" untuk semua partisipan yang hadir.
Ada juga kawan-kawan "make up artist" seperti Cynthia Devi, Tara Firdaus, Ebrows Studio dan Kana Salon pun bersama-sama ngayah menjadi tim belakang layar bagi para penampil di acara ini.
Untuk tim dokumentasi ada dari IGA Cinema, Herry Santosa dan Clpopo turut memberikan kontribusi. CTI Group dan BPR Lestari hadir dengan memberikan dana cash dan fasilitas ruang meeting selama persiapan pertunjukan ini berlangsung. "Bahkan komunitas olahraga seperti Buyung Climbing Club pun turut serta menjadi runner untuk mendukung kelancaran acara," ujarnya.
Selain itu, anggota PPBI di Jerman, London dan Indonesia juga secara sukarela turut berdonasi. Bahkan melakukan lelang barang-barang pribadi baik berupa pakaian melalui gerakan passion with purposes dari Bali, hingga lelang jam tangan (atas nama Ambar Hafner, ketua PPBI Jerman) yang 100 persen hasilnya disumbangkan untuk event ini.
Yang terpenting dan yang tak boleh terlupa adalah antusiasme para penampil dari Duta Endek Kota Denpasar, Teater Kalangan, Teater Angin, Teater Limas, Teater Kini Berseri, Taksu Dwi Satya Swara yang tidak pernah lelah berlatih untuk penampilan terbaik pada hari ini. Mereka adalah jiwa-jiwa muda yang haus berkarya, rela ngayah, dan membuktikan bahwa keterbatasan tidak membatasi mereka untuk menembus batas.
Di tengah pandemi
Meski pandemi COVID-19 seperti ini, mereka tetap optimistis untuk menampilkan yang terbaik. Tidak mudah mengumpulkan multistakeholder dalam satu waktu yang singkat. Namun, pertunjukan ini menjadi simbolis, bahwa hanya dengan bergandengan tanganlah semua bisa bangkit.
"Sebuah analogi optimisme alam dan budaya Indonesia. Seberapapun terdampak, kita tidak boleh berhenti bergerak. PPBI Bali menginisiasi pertunjukan ini untuk menjadi panggung tempat berkumpul bagi UMKM pengrajin dan penenun serta para seniman Bali, untuk berkarya dan menunjukkan semangat baru dalam mengisi semangat Hari Kebangkitan Nasional," katanya.
Melalui hasil kolaborasi ini, PPBI berhasil mengumpulkan dana adopsi senilai total Rp24 juta (atau senilai 1,500 euro). Adopsi ini didukung oleh PPBI Jerman, PPBI London, PPBI Jakarta dan PPBI Bali. Nominal tersebut adalah nilai total dari adopsi di beberapa UMKM pengrajin dan penenun di Bali, di antaranya adopsi set alpaka dan bros di Gita Silver, adopsi kain endek di Tenun Putri Ayu, dan songket dari Bali Moglong (Putri Mas).
"Produk UMKM pengrajin dan penenun tersebut dipentaskan dalam pertunjukan fesyen teatrikal oleh talenta-talenta penari, teater, dan model. Pertunjukan ini juga menampilkan koleksi karya dari ISI Denpasar, serta desainer wastra Indonesia Ellylle Haryati yang akan berkolaborasi dengan Roepa Jewelry untuk produk perhiasan perak sarat filosofi budaya Indonesia," katanya.
Selain itu, desainer muda endek Juna Collection turut menampilkan koleksinya yang ditujukan untuk perempuan dan laki-laki bertema endek modern. Pertunjukan fashion show ini diakhiri dengan penampilan karya dari desainer kawakan Bali Tjokorda Gde Abinanda Sukawati (Cok Abi) duet dengan Dr. Tjok Istri Ratna Cora dari ISI Denpasar (tbc).
Pertunjukan ini, lanjut Diah, menjadi ajang gotong royong semua insan di Bali, untuk menyampaikan bahwa semangat berkarya dan berbudaya yang tidak boleh tenggelam meskipun diterpa krisis pandemi. Sebagai komunitas, PPBI hanya berperan connecting the dots, menghubungkan para pihak sehingga terbentuk harmoni kerjasama dalam sebuah karya.
"Penampilan ini sepenuhnya milik Bali, dari Bali dan untuk Bali. Karena untuk bangkit, tidak pernah bisa bekerja sendiri. Semoga maksud dan tujuan ini dapat diterima dengan baik oleh pihak-pihak yang lain dan menjadi inspirasi bahwa kita bisa untuk bangkit apabila saling bergandengan tangan," kata Diah.
Mengingat masih dalam kondisi pandemi, acara ini dilakukan virtual melalui "live streaming" lewat akun Youtube Perempuan Pelestari Budaya. Sementara, kehadiran di venue dibatasi maksimal hanya 100 pengunjung dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca juga: Wagub Bali puji ketangguhan pelaku UMKM bertahan di tengah pandemi
Baca juga: Sri Mulyani sebut eksekusi program pemulihan di Bali belum maksimal
Baca juga: Brand fesyen Nila Tanzil Collection bangkitkan penjahit di Bali
Baca juga: Badan POM serahkan NIE dan Sertifikat kepada pelaku UMKM di Bali
Pewarta: I Komang Suparta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021