Mereka yang bangkit dari pandemi COVID-19

6 Juni 2021 19:16 WIB
Mereka yang bangkit dari pandemi COVID-19
Selvi dan produk browniesnya. ANTARA/HO.
Pandemi COVID-19 masih terus berlangsung sejak awal tahun 2020 hingga saat ini. Orang-orang kini mulai memilih hidup berdampingan dan berdamai dengan virus corona karena memang tak ada cara lain selain melanjutkan hidup meski dalam kondisi serba keterbatasan.
 
Selvi, salah seorang karyawati swasta di Jakarta justru menemukan titik balik saat pandemi. Keinginannya untuk hidup lebih sehat dan mengajak orang-orang di sekelilingnya untuk menjalani hidup lebih sehat di tengah suasana wabah justru mendatangkan cuan baginya.

Dimulai dari iseng-iseng membuat camilan sehat berupa kue brownies tanpa gluten, Selvi lantas menjual brownies-nya pada sekira Mei 2020.

Dia menjajakannya di sosial media dan promosi kepada teman-teman dekatnya lewat jenama "Brownies Dapur Cici -gluten free brownies".

"Brownies Dapur Cici -gluten free brownies- itu berawal dari awareness aku yang memang sudah lama suka banget sama snack-snack sehat atau minuman, entah cold pressed juice, salad, dan lain-lain. Jajanan sehat kan mahal- tapi ku masih suka banget ngemil- pengin coba deh alternatif jajanan lain yang sesuai dengan craving," kata Selvi pada ANTARA.

Selama pandemi, kantor tepat Selvi bekerja memberlakukan work from home (WFH) dan sepinya proyek membuat dia memiliki banyak waktu luang di rumah.

"Banyak waktu luang dihabiskan di rumah, jadi aku ngulik-ngulik resep di dapur dengan bahan-bahan yang lebih sehat, per my claim seperti tepung non gluten, gula aren, dark chocolate. Ngemil tanpa guilty feeling itu menyenangkan, dan hasil produksi sendiri," katanya.

Baca juga: Jelang Lebaran, Menparekraf imbau masyarakat disiplin prokes

Pandemi justru menjadi titik balik dari pendapatan Selvi. Gaji dari kantor yang terpotong akibat WFH terkompensasi dengan keuntungan usaha sampingan dia membuat brownies sehat.

"Selama pandemi untung banget karena ternyata banyak yang mau cari jajanan, tapi enggak mau repot bikin juga. Kemarin jelang akhir tahun bertepatan dengan momen Natal dan Tahun Baru, dapat order cukup banyak untuk bikin hampers sederhana. Untungnya lumayan banget. Kalau presentase berapa persennya, engak pernah mencatat secara detail month-to-month, tapi order banyak selama momen Natal dan Tahun Baru itu bikin aset nambah. Asetnya bisa loyang, mixer yang lebih bagus ya," kata dia.

Hasil tak akan mengkhianati usaha dan proses bertumbuh. Itulah yang diyakini Selvi. Lewat promosi mulut ke mulut dan menggunakan bantuan sosial media, produk Selvi makin lama makin banyak peminat.

Dia yang awalnya tidak bisa membuat kue dan tak memiliki peralatan memanggang, kini bisa menikmati hasil usahanya meski di awal-awal dia harus banyak melakukan coba-coba dalam membuat brownies, bahkan di awal usahanya, dia harus meminjam peralatan seperti mixer.

Ada pun modal awal yang dia keluarkan tidak lebih dari Rp1 juta. "Dulu oven suah punya, mixer pinjam. Pelengkapnya, box, pita, kartu ucapan, yang semua dibeli eceran. Kayaknya not more than a million, trial and error resep sebelum akhirnya PD untuk ditawarkan ke orang-orang."

Selama pandemi, Selvi sangat memperhatikan protokol kesehatan dalam proses produksinya.

"Selama produksi sampai ke tahap packing - cuci tangan setiap pegang barang jadi enggak terjadi cross contamination. Untuk semua barang yang dari pihak ketiga seperti kardus packing, plastik pembungkus dan seterusnya selalu dibersihkan," kata dia.

Selvi menyarankan bagi mereka yang ingin memulai bangkit lewat usaha selama pandemi COVID-19, pilihlah usaha yang menjadi minat supaya bisa menjalankannya dengan konsisten.

"Pick your favourite and be consistent. Karena selama beberapa tahun terakhir memang cukup aware sama apa yang dikonsumsi, jadi pilihannya ke baking brownies bebas gluten," kata dia.
 
Indah Catur Agustin (ANTARA/HO)


Mulai aja dulu!

Semangat untuk terus berinovasi selama pandemi COVID-19 juga dilakoni oleh Indah Catur Agustin, seorang pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) asal Surabaya.

Dia memulai UMKM membuat bedding aksesori yaitu Sleep Buddy Bedding (SBB) pada akhir 2009.

"Awalnya saya jadi reseller yang membeli produk home industry lain dan saya repacking dengan nama Sleep Buddy, lalu jualan dari bazar ke bazar di kantor dan perumahan, hingga sewa toko di salah satu mal di Surabaya. Lalu karena munculnya platform komunikasi seperti BBM pada masa itu sehingga lebih banyak orang mulai belanja online dan toko saya akhirnya tutup mengingat biaya operasional tinggi dan tidak nututi dengan penjualan yang ada," kata dia.

Baca juga: Kominfo dorong digitalisasi UMKM di Bali melalui pelatihan DTS

Baca juga: Transformasi digital solusi meningkatkan pertumbuhan UMKM


Indah mengatakan idenya melirik bedding aksesoris seperti seprai dan bed cover sebagai sebuah produk berawal dari sebuah pemikiran bahwa bedding aksesori merupakan hal yang cukup penting.

"Supaya bisa istirahat dengan nyenyak dan tenang, oleh karena itu saya dan suami saya memilih nama merk Sleep Buddy," kata dia.

Awal pandemi, Indah mengaku juga pernah kalang kabut. Namun, dengan cepat dia melakukan adaptasi bisnis dengan cara aktif menjual produknya di platform e-commerce seperti Tokopedia.

Berkat digitalisasi UMKM, transaksi di toko dia juga naik hampir 20 kali lipat pada Q1 2021 dibanding Q1 2020. Omzet di Tokopedia saja bisa mencapai lebih dari Rp900 juta rupiah.
 
Para karyawan di Sleep Buddy Bedding (ANTARA/HO)


"Saya juga mengatur beragam strategi, mulai dari menciptakan produk yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, kolaborasi dengan influencer hingga aktif mengikuti kampanye seperti Home Living SALEbrations di Tokopedia, sejak awal 2020. Jadi intinya karena Sleep Buddy sudah start duluan di platform digital," kata dia.

Inovasi lain yang dia buat adalah mencoba membuat produk sarung bantal sofa dan throw blanket dengan harga terjangkau dan dengan bahan yang cukup halus, selain itu Sleep Buddy juga menyiapkan berbagai motif seprai dan menyiapkan beragam warna seprai yang polos – polos.

"Produk dari Sleep Buddy Bedding menggunakan bahan-bahan berkualitas seperti 100 persen cotton sateen atau biasa di sebut dengan katun jepang dan tencel yang berbahan dingin, lembut dan tahan lama. Selain itu, kami juga bisa menerima pesanan secara custom dengan system PO kita jahitkan dulu, dengan waktu produksi estimasi 3-4 hari," katanya.

Pandemi COVID-19 juga mengubah cara produksi SBB. "Selama proses produksi, tim produksi kami selalu menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari memakai sarung tangan dan masker, selain itu kami juga cek suhu tubuh sebelum memasuki ruang produksi dan pegawai kami telah di lakukan tes COVID-19 secara rutin minimal 1 bulan sekali, menjaga jarak antar pegawai dan terkadang masuknya juga bergantian untuk menghindari kerumunan, dengan begitu karyawan kami aman dan produk Sleep Buddy pun sudah terjamin aman, oiya, sebelum kami kirim ke customer semua packing kami semprot disinfektan terlebih dahulu."

"Buat kalian yang mau usaha, mulai aja dulu. Apapun (usahanya) sekarang produk kalian mulailah berjualan online, jangan takut dengan pesaing-pesaing, justru belajarlah dari pesaing-pesaing anda. Selalu Konsisten dengan apa yang kamu mulai."

Pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM masuk ke dalam ekosistem digital pada tahun 2024 dalam upaya memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Saat ini sebanyak 12,5 juta UMKM atau setara 19 persen dari total pelaku UMKM telah masuk ke dalam ekosistem digital.

Baca juga: Sandiaga : Usaha rumahan bisa masuk pasar internasional

Baca juga: Usaha kue rumahan raup untung puluhan juta rupiah saat Ramadhan

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021