Perubahan perilaku dimulai dari mereka dulu baru anak-anak meniru
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengingatkan para guru maupun tenaga kependidikan harus menjadi teladan dalam penerapan protokol kesehatan (prokes) di sekolah.
“Guru, tenaga kependidikan, kepala sekolah, hingga petugas keamanan di sekolah harus menjadi teladan dalam penerapan prokes. Perubahan perilaku dimulai dari mereka dulu baru anak-anak meniru,” ujar Retno dalam diskusi publik yang dipantau di Jakarta, Senin.
Retno menambahkan KPAI tidak menyarankan pembukaan sekolah di daerah yang angka kasus positif COVID-19-nya di atas lima persen. Namun pihaknya menyarankan pembukaan sekolah di daerah pelosok, terpencil yang mana angka kejadian positifnya di bawah lima persen karena kesulitan dalam melakukan pendidikan jarak jauh (PJJ).
Baca juga: KPAI dorong siswi Bengkulu pembuat video Palestina dapat konseling
“Sementara untuk angka kejadian positif di atas lima persen, kami minta agar pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas ditunda dulu,” imbuh dia.
Selain itu, dia meminta guru dan tenaga kependidikan tidak menolak saat dilakukan vaksinasi. Di Bengkulu, pihaknya menemukan ada penolakan vaksinasi COVID-19.
Dalam kesempatan itu, ia meminta Kemendikbudristek dan pemda untuk memastikan kesiapan sarana dan prasarana sekolah. Apakah sudah sesuai dengan daftar periksa atau belum.
Baca juga: KPAI: Siswi Bengkulu pembuat video Palestina kehilangan hak pendidikan
Sebelumnya, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan sejumlah sekolah seperti di Kabupaten Seluma, Kota Bengkulu, Kabupaten Bima, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Tegal, Kota Semarang, Kabupaten Purbalingga, masih banyak guru yang saat berada di lingkungan sekolah masih meletakkan masker di dagu.
“Hal ini berdampak pada perilaku murid yang juga mencontoh meletakkan masker di dagu. Bahkan ada sekolah yang siswa maupun guru banyak yang tidak menggunakan masker, namun tidak ada tindakan tegas, bahkan cenderung melakukan pembiaran. Artinya, prokes belum diterapkan dengan baik di lingkungan sekolah,” kata Sekjen FSGI, Heru Purnomo.
Baca juga: KPAI: Fenomena India jadi kegelisahan dunia pendidikan
FSGI juga menemukan fakta bahwa ketersediaan wastafel atau tempat cuci tangan di sekolah masih minim jika dibandingkan dengan jumlah warga sekolah, jumlah gedung dan ruangan serta luas sekolah.
Kalaupun jumlah wastafel atau tempat cucui tangannya cukup, namun airnya tidak ada karena daerah tersebut mengalami kekeringan. Ada juga wastafel di sekolah-sekolah yang tidak disertai sabun pencuci tangan meskipun air di wastafel mengalir.
Sebagian besar sekolah di sejumlah daerah tidak memiliki prokes atau prosedur operasional standar.
“Kalau ada prosedur operasional standar itu juga minim, hanya mengatur saat kedatangan warga sekolah dan saat pembelajaran di kelas,” kata Heru lagi.
Baca juga: FSGI minta pemda tak laksanakan PTM jika angka positif COVID-19 naik
Baca juga: FSGI dorong Kemendikbudristek sinergi dengan daerah dalam pembelajaran
Pewarta: Indriani
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021