Asosiasi Layanan Urun Dana Indonesia (ALUDI) optimistis dapat menghimpun dana lebih dari Rp500 miliar pada akhir 2021 di mana hingga akhir Mei 2021 dana yang berhasil dihimpun oleh penyelenggara layanan urun dana mencapai Rp253,34 miliarLewat securities crowdfunding, kita bisa bantu mereka go digital dan membantu mereka naik kelas atau scale up
"Proyeksi di Desember 2021, kita ingin mendapati atau menghimpun dana lebih dari Rp500 miliar. Sekarang kalau sebagai full ecosystem sudah ada 400 ribu pemodal yang sudah terdaftar dan proyeksinya sampai 2021 ada 400 ribu member baru yang akan bergabung," kata Wakil Ketua ALUDI sekaligus Co-Founder & CEO CrowdDana James Wiryadi di Jakarta, Selasa.
Dengan bertambahnya penyelenggara berizin, lanjut James, sebanyak 500 pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ditargetkan siap melakukan penawaran. Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 31 Mei 2021 lalu, total penyelenggara sudah bertambah menjadi lima.
Kelima penyelenggara tersebut antara lain PT Santara Daya Inspiratama (Santara), PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare), PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana), PT Numex Teknologi Indonesia (LandX), dan PT Dana Saham Bersama (Dana Saham). Sementara jumlah penerbit atau pelaku UMKM yang memanfaatkan securities crowdfunding saat ini sebanyak 151 penerbit.
Baca juga: OJK jelaskan beda pinjaman daring dengan layanan urun dana
James menyampaikan, ada dua tantangan yang dihadapi dalam pengembangan securities crowdfunding di Indonesia. Yang pertama adalah tingkat literasi finansial yang masih relatif rendah di Tanah Air.
"Kedua adalah pemahaman terhadap crowdfunding sebagai jenis investasi alternatif baru yang masih rendah juga. Orang tidak tahu securities crowdfunding itu apa dan gimana pakainya, gimana investasi di umkm lewat platform securities crowdfundingnya," ujar James.
Meski demikian, di sisi lain James menilai peluang securities crowdfunding untuk berkembang juga besar mengingat mayoritas UMKM di Indonesia belum go digital.
"Lewat securities crowdfunding, kita bisa bantu mereka go digital dan membantu mereka naik kelas atau scale up," katanya.
Selain itu, bisa dijadikan satu bursa efek sendiri seperti di Shanghai atau Shenzen khusus untuk UMKM. Jadi, pelaku UMKM bisa mencatatkan diri di bursa securities crowdfunding dulu baru nanti kemudian bisa naik kelas dengan mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Dan paling penting yaitu kondisi post covid membutuhkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dengan masif dan cepat. Banyak UMKM yang terdampak oleh covid dan sekarang perlu cara pendanaan baru," ujar James.
Baca juga: Awali tahun, OJK luncurkan penawaran efek melalui layanan urun dana
Sebelumnya, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020. Perubahan ketentuan tersebut bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat dalam securites crowdfunding, dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, sekarang meliputi juga badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek yang dapat ditawarkan, dari sebelumnya hanya berupa saham, sekarang diperluas menjadi efek berupa obligasi dan sukuk.
Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit atau pelaku UMKM, kebijakan itu juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel, khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UMKM yang menerbitkan securities crowdfunding untuk turut berkontribusi untuk pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.
Baca juga: OJK jelaskan beda pinjaman daring dengan layanan urun dana
Baca juga: OJK sebut baru 1 fintech urun dana peroleh izin, 10 lainnya belum
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021