Seruan disampaikan oleh Tenaganita, Inisiatif Utara Selatan, Melampaui Batas Malaysia, Suara Rakyat Malaysia (SUARAM), Persatuan Sahabat Wanita, Pemantauan Keberlanjutan Globalisasi (MSN), Partai Sosialis Malaysia (PSM), ALTSEAN-Burma, Pusat Jurnalisme Independen (CIJ).
Kemudian Pusat Komas, Pertubuhan Sukarelawan Harapan Malaysia (MOVE Malaysia) The Refugees for Refugees, Jaringan Rakyat Tertindas (Jerit), Perusahaan Teater Kafe Instan, PLUHO, Orang Seperti Kami Hang Out!, Jaringan KRYSS, Demokrat Kebangsaan, Jaringan Relawan Al-Hasan dan Freedom Film Network Sabah Reform Initiatives (SARI).
Seruan juga disampaikan oleh sejumlah tokoh Dr Ann Lee, Bukit Allison, Sudy Yeo, Dr Hartini Zainuddin, Deborah Priya Henry dan Hasan Al-Akraa.
Mereka menyatakan tindakan keras yang direncanakan terhadap pekerja migran tidak berdokumen adalah kekerasan yang didukung negara yang ditujukan pada kelompok orang yang paling rentan di negara ini.
"Mengumpulkan mereka tidak pernah menjadi strategi yang baik dan terlebih lagi pada saat pandemi. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan infeksi dan kluster baru, seperti yang kita lihat di pusat detensi imigrasi tahun lalu," katanya.
Hal ini terus membahayakan nyawa jutaan pekerja migran dan warga Malaysia. Migran tidak berdokumen terdiri dari banyak kelompok orang yang berbeda, yang juga menjadi korban.
"Bahkan istilah PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin) sangat menyesatkan secara hukum. Malaysia seharusnya tidak menghukum para migran karena berada dalam kondisi yang bukan kesalahan mereka. Kami percaya bahwa 95 persen migran tidak berdokumen di Malaysia berada dalam posisi ini karena pelanggaran oleh agen, majikan dan pedagang manusia," katanya.
Ada juga banyak laporan publik yang menunjukkan keterlibatan aparat penegak hukum nasional dan pegawai negeri dalam perdagangan migran ke negara tersebut.
"Kami memahami kekhawatiran pemerintah untuk membuat semua orang divaksinasi, tetapi menahan pekerja tidak berdokumen bukanlah pendekatan yang tepat untuk melakukannya," katanya.
Sebaliknya harus ada proses konsultatif dalam pengambilan keputusan dengan tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
"Proses vaksinasi nasional harus dipimpin oleh satu lembaga, Komite Khusus Khas Jaminan Akses Vaksin (JKJAV), dan disimpan sebagai program kemanusiaan dan kesehatan, bukan keamanan," katanya.
Mereka mengusulkan agar pelanggaran keimigrasian dilihat sebagai pelanggaran administratif dan tidak menggunakannya untuk mengkriminalisasi sesama manusia karena hanya menginginkan penghidupan melintasi perbatasan.
"Oleh karena itu, kami mengundang Menteri Dalam Negeri, Zainudin Hamzah, dan Ditjen Imigrasi Khairul Dzaimee Daud untuk berdialog guna melihat cara-cara progresif di mana kita dapat bekerja sama untuk menyelesaikan masalah seputar pekerja migran tidak berdokumen," katanya.
Mereka juga meminta intervensi pemerintah dari Yang Di-Pertuan Agong, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, untuk menghentikan tindakan keras yang akan datang dan menyerukan moratorium penuh atas penangkapan dan penahanan oleh semua lembaga penegak hukum sampai proses vaksinasi penuh selesai.
Sebelumnya Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) telah melakukan penangkapan sejumlah pekerja ilegal di Cyberjaya dan 45 diantaranya merupakan pekerja asal Indonesia.
Baca juga: 42 WNI ditangkap Imigrasi Malaysia
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021